Globalisasi adalah proses atau trend kemajuan dunia melalui Ilmu Pengetauhan dan Teknologi dengan ditandai oleh derasnya arus informasi, terutama dari masyarakat maju menuju masyarakat yang sedang berkembang.
Bagaimana kita dapat memenangkan Dharma dalam era globalisasi?
Dalam era globalisasi ini, seakan-akan tidak ada batas-batas antar negara atau bangsa-bangsa (Boderless nations and states) di dunia ini.
Kita maklumi bersama bahwa Globalisasi tidaklah selalu berpangaruh dan berdampak negatif, banyak hal-hal positif yang dapat dipetik dalam era globalisasi ini, namun demikian pengaruh dan dampak negatifnya nampaknya cenderung lebih deras terutama menyangkut segi-segi moral, etika dan spiritual yang bersumber pada nilai-nilai agama dan budaya bangsa yang tidak relevan.
Dalam Hindu, dinyatakan bahwa bila orientasi manusia hanya material dan kesenangan belaka, maka orang itu dinyatakan hanya memuaskan Kama (nafsu duniawi).
Kama manusia tidak akan pernah merasa puas, walaupun usaha memuaskan itu dilakukan terus-menerus dengan berbagai pengorbanan. Memuaskan Kama dinyatakan bagaikan menyiram api yang berkobar besar, tidak dengan air, melainkan dengan minyak tanah, maka api tersebut akan menghancurkan hidup manusia.
Di dalam kitab suci Bhagavadgītā dinyatakan bahwa Kama, di samping juga Lobha dan Krodha adalah tiga pintu gerbang yang mengantarkan Ātma (roh) menuju jurang neraka dan kehancuran. Untuk itu, Tuhan Yang Maha Esa mengajarkan agar umat manusia memilki kesadaran yang tinggi untuk menghindarkan diri dari ketiga belenggu tersebut.
Bagaimana caranya kita dapat menghindarkan diri tiga pintu gerbang neraka berupa Kama, Lobha dan Krodha yang merupakan perwujudan dari perbuatan atau perilaku Adharma ?
Jawabannya adalah sederhana, yaitu kita mesti kembali kepada ajaran agama. \
Peganglah ajaran agama sebaik-baiknya. Biasakanlah berbuat baik dan benar atau berdasarkan Dharma, yang di dalam kitab Taittiriya Upaniṣad I.1.11: Satyaṁ vada Dharmācara svadhyaya mā pramadaḥ –
Berbicaralah jujur/benar, ikutilah ajaran Dharma, kembangkan keinginan belajar dan memuja Tuhan Yang Maha Esa dan janganlah lalai/sampai lupa.
Memang bila kita berbicara atau hanya membaca ajaran agama, nampaknya segala sesuatunya gampang dilaksanakan, namun dalam prakteknya sungguh berat. Untuk itu hendaknya ada tekad atau pemaksanaan untuk berbuat baik.
Pemaksaan diri untuk selalu berbuat baik disebut Pratipaksa. Untuk kebaikan, paksakanlah, lakukankan, korbankanlah, tekunilah dan doronglah supaya perbuatan benar dan baik itu menjadi identitas kehidupan ini.
Identitas atau integritas seseorang dapat dilihat dari kualitas pikiran, ucapan dan tingkah laku seseorang.
Untuk selalu dapat berbuat baik, maka diajarkan bahwa setiap orang hendaknya melakukan 4 hal, yaitu:
- Abhyasa yang artinya untuk perbuatan baik lakukanlah dan biasakanlah hal itu.
- Tyāga atau Vairagya yang artinya kendalikanlah atau tinggalkanlah perbuatan-perbuatan yang menjerumuskan hidup kita.
- Santosa yang artinya beryukurlah terhadap karunia Tuhan Yang Maha Esa, memberikan kita kesempatan menjelma sebagai manusia untuk biasa memperbaiki diri dan kesadaran untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan kita untuk mencapai Jagadhita (kesejahtraan jasmaniah) dan Moksa (kebahagiaan sejati).
- Sthitaprajña yang artinya hidup berkeseimbangan lahir dan batin, tidak terlalu bergembira bila memperoleh keberuntungan dan tidak putus asa bila menghadapi kemalangan atau kedukaan.
Hari-hari raya keagamaan akan berlalu begitu saja bila kita tidak menyingkapi makna atau nilai-nilai yang terkandung dalam hari-hari raya itu. Selanjutnya dengan pemahaman terhadap makna atau nilai-nilai itu, seseorang hendaknya dapat mengamalkan atau melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti halnya pada saat Nyepi sebagai hari perjuangan menuju kesadaran terhadap ajaran Dharma. Hanya dengan Dharma umat manusia akan selamat di dunia ini.
Bagaimana mengaktulisasikan ajaran Dharma ini ? Secara sederhana adalah dengan merealisasikan 7 macam perbuatan yang disebut Dharma seperti disebutkan dalam kitab Vṛhaspatitattva, yaitu:
- Sila, yakni senantiasa berbuat baik dan benar.
- Yajña, yakni ikhlas berkorban.
- Yajna tidaklah hanya terbatas pada pengertian upakara dan upācara saja, melainkan mengembangkan kasih sayang dan keikhlasan.
- Tapa, pengekangan dan pengendalian diri.
- Dana, memberikan pertolongan atau bantuan kepada yang miskin dan yang memerlukan bantuan.
- Dalam Hindu dinyatakan menolong orang-orang miskin disebutkan sebagai menyembah Tuhan Yang Maha Esa yang ber-abhiseka (disebut dengan nama) Daridra Nārayana.
- Pravrijya, berusaha menambah ilmu pengetahuan atau kerohanian (spiritual).
- Dikṣa, penyucian diri dan
- Yoga, senantiasa menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa.
***