Sthitaprajña

Sthitaprajña artinya hidup berkeseimbangan lahir dan batin dimana di era globalisasi ini disebutkan :
  • Tidak terlalu bergembira bila memperoleh keberuntungan;
  • Dan tidak putus asa bila menghadapi kemalangan atau kedukaan.
Hal ini juga bisa dianggap sebagai bagian dari konsep rwa bhineda, dua hal yang berbeda dan harus ada untuk menjaga keseimbangan. 
Seperti halnya dalam menjaga keseimbangan rasa antara Si Manis dan Si Pahit dalam memaknai fungsi sakit yang dikutip dari majalah Raditya sebagai sebuah peringatan agar kita selalu waspada.
Dan pernahkah mendengar ungkapan “Manis akan terasa manis, setelah mengecap yang pahit”? 
Makna sederhana dari ungkapan tersebut yaitu :
Seseorang akan bisa mengetahui rasa manis setelah dia pernah merasakan pahit
Bagaimana kita bisa mengatakan sesuatu itu pahit, kalau kita tidak tahu manis? Bagaimana kita dapat menentukan sesuatu itu manis, jika kita belum pernah menikmati pahit? 
Jawabannya mungkin saja bisa, tapi ada sesuatu yang lebih penting dari jawaban tersebut. 
Pastilah ada fungsi atas kedua ihwal ini. Kalau sudah ada manis mengapa kita perlu hiraukan dengan rasa pahit? 
Manis dapat diibaratkan dengan kebahagiaan dan pahit dapat kita analogikan sebagai penderitaan atau sakit.
Dan penderitaan yang kita alami sekarang mungkin saja merupakan buah dari keburukan/kesalahan yang kita perbuat sekarang atau di masa lalu atau bisa juga di kehidupan terdahulu. 
Terkadang yang menjadi pertanyaannya adalah mengapa di saat kita merasa sudah baik, malah tertimpa sakit? 
Mengapa kebaikan yang kita lakukan sekarang tidak bisa kita petik sekarang? 
Inilah kuasa Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kita tidak pernah tahu rencana Beliau. Namun kita harus tetap memegang teguh bawasannya apa yang Beliau berikan adalah yang terbaik untuk kita, karena Tuhan amat teramat sayang kepada kita. 
Apa yang kita terima saat ini adalah keadaan yang “pantas” sesuai dengan karma/usaha kita. 
Tatkala kita menerima cobaan ataupun mengalami sakit, hikmah yang perlu kita pahami sebenarnya adalah Tuhan tidak menguji kita, 
Bukan seberapa kuat kita mampu bertahan,
tetapi seberapa percaya kita kepada Tuhan.
Karena Tuhan adalah jalan;
Dan kelak, Tuhan itulah sebagai sebuah tujuan umat manusia.
***