Nyepi

Hari Raya Nyepi adalah perayaan hari raya untuk menyambut warsa anyar, tahun baru saka sebagai penanda waktu dari zaman ke zaman dalam stabilitas peradaban kehidupan di alam ini.
Dan adakalanya sehari dalam setahun kita merenungi diri dan melakukan evaluasi untuk nantinya kita akan kembali lagi dalam keramaian dan hiruk pikuknya dunia sebagai manusia baru.
Itulah salah satu makna yang terkandung pada saat merayakan Hari Raya Nyepi di Bali.
Dengan menghentikan seluruh aktivitas sehari dan melakukan puasa pada hari ini yang pada hakekatnya disebutkan merupakan "renungan suci dalam hal pengendalian diri dan hawa nafsu" yang diatur dengan catur brata penyepian untuk dilaksanakan agar dapat menyambut tahun baru dengan lebih baik.

Dalam Babad Bali, Hari Raya Nyepi disebutkan merupakan hari pergantian tahun Saka (Isakawarsa) yang dirayakan setiap satu tahun sekali yang jatuh pada sehari sesudah tileming kesanga pada tanggal 1 sasih Kedasa.
foto dari AntaraNew
Suasana Nyepi di Bali sebagaimana diberitakan juga dalam Antara News dalam perayaan Nyepi Di Bali. sepanjang jalan Gatot Subroto Tengah arah perempatan A Yani, lengang selama 24 jam bertepatan datangnya tahun baru Saka 1932.




Penggunaan tahun saka dalam sejarahnya di India disebutkan pada tahun 79 Masehi, awal mula perkembangan tahun saka dalam kutipan Parisada Hindu Dharma Indonesia dijelaskan bahwa Raja Kaniska I dari dinasti Kushana dan suku bangsa Yuehchi mengangkat sistem kalender Saka menjadi kalender kerajaan.

Patung Bersejarah Raja Kaniska
Semenjak itu, bangkitlah toleransi antar suku bangsa di India untuk bersatu padu membangun masyarakat sejahtera (Dharma Siddhi Yatra).

Akibat toleransi dan persatuan itu, sistem kalender Saka semakin berkembang mengikuti penyebaran agama Hindu.

Pada abad ke-4 Masehi agama Hindu telah berkembang di Indonesia Sistem penanggalan Saka pun telah berkembang pula di Indonesia. Itu dibawa oleh seorang pendeta bangsa Saka yang bergelar Aji Saka dari Kshatrapa Gujarat (India) yang mendarat di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, pada tahun 456 Masehi.

Demikianlah awal mula perkembangan Tahun Saka di Indonesia. Pada zaman Majapahit, Tahun Saka benar-benar telah eksis menjadi kalender kerajaan.

Di Kerajaan Majapahit pada setiap bulan Caitra (Maret), Tahun Saka diperingati dengan upacara keagamaan. Di alun-alun Majapahit, berkumpu seluruh kepala desa, prajurit, para sarjana, Pendeta Siwa Budha dan Sri Baginda Raja. Topik yang dibahas dalam pertemuan itu adalah tentang peningkatan moral masyarakat.

Perayaan Tahun Saka pada bulan Caitra ini dijelaskan dalam Kakawin Negara Kertagama oleh Rakawi Prapanca pada Pupuh VIII, XII, LXXXV, LXXXVI - XCII.
Di Bali, perayaan Tahun Saka ini dirayakan dengan Hari Raya Nyepi berdasarkan petunjuk Lontar Sundarigama dan Sanghyang Aji Swamandala. Hari Raya Nyepi ini dirayakan pada setiap tahun sekali. Biasanya jatuh pada bulan Maret atau awal bulan April.
Beberapa hari sebelum Nyepi, diadakan upacara Melasti atau Melis dan ini dilakukan sebelum upacara Tawur Kesanga.

Upacara Tawur Kesanga ini sebagaimana dijelaskan dalam kutipan artikel Parisada Hindu Dharma Indonesia perihal Hari Raya Nyepi atau perayaan Tahun saka ini dilangsungkan pada tilem kesanga.
Keesokan harinya saat Nyepi dilangsungkan pada tanggal apisan sasih kadasa dilaksanakan brata penyepian. Setelah Nyepi, dilangsungkan Ngembak Geni dan kemudian umat melaksanakan dharma santi ataupun tirta yatra untuk meningkatkan kesucian pribadi dan memperkuat keimanan kepada Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa.
***