Sang Aji Saka

Sang Aji Saka adalah seorang pendeta dari Bangsa Saka yang dahulu mengajarkan aksara wreastra;
  • Terdiri dari 18 huruf yang biasa digunakan keseharian masyarakat Bali sampai sekarang ini.
  • Dan juga untuk mengenang kesetiaan kedua abdinya pada saat di di tanah Jawa, Beliau juga diceritakan menciptakan aksara Jawa atau dikenal dengan istilah dhentawyanjana.
Dalam perayaan Nyepi, Beliau disebutkan berasal dari Kshatrapa Gujarat (India) yang awalnya mendarat di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, pada tahun 456 Masehi.

Sebagai seorang pendeta sekaligus menjadi Guru Pengajian yang dahulu juga menyampaikan ajaran Hindu di Bali yang dalam Geguritan Tamtam Media Hindu diceritakan :

Tersebutlah dua orang murid Sang Aji Saka bernama Ginal Ginul. 
  • Si Ginul lahir pada seorang petani miskin pada perkampungan seorang pasangan keluarga Hindu bernama Tamtam. 
  • Si Ginal lahir di Mesir Puri menjadi putri raja agung diberi nama Ni Diah Adnyaswari.
Sang raja mengadakan sayembara, untuk mengadu kemampuan dengan putri Ni Adnyaswari yang tersohor di bawah binaan Trana Windu Bagawanta, seorang penasehat kerajaan Mesir Puri. 
Jika mampu mengalahkan Ni Diah Adnyaswari maka akan dijadikan sebagai raja di Mesir dan Ni Diah Adnyaswari sebagai permaisuri. 
Jika rakyat biasa taruhannya sebagai hadiahnya yaitu dihukum mati.
Hampir sebagian besar kerajaan yang datang untuk mengadu kemampuan, semuanya kalah. Ada yang mengandalkan bagus rupa, ada pula yang menggunakan cara-cara tidak terhormat.
Namun Raja Hindu tidak ada yang mengikuti sayembara itu, namun satu orang dari rakyat biasa mengikuti. 
Tamtam berhasil menjawab pertanyaan yang diajukan Ni Diah Adnyaswari dengan baik, Yama-Niyama itu namanya, pengendalian diri pada tahapan jasmani dan rohani.

***
Yama-Niyama dalam hubungannya dengan pengendalian diri disebutkan sebagai berikut :
  • Yama, 
  • Niyama (Nyama),
    • Panca Nyama Brathapengendalian diri dalam tingkat mental untuk mencapai kesempurnaan dan kesucian bathin.
    • Suka mempelajari pengetahuan umum dan mentaati setiap pantangan oleh agama merupakan hal dasar dalam Dasa Nyama Bratha ini.
***

Kembali diceritakan Tamtam bertanya ”Isin Telah”, disimpan di tempat yang besar akan memenuhi alam semesta beserta segala isinya, di tempat yang kecil akan longgar selalu. 
Pertanyaan ini membuat Ni Diah Adnyaswari kewalahan, hingga meminta tempo selama tiga hari untuk memikirkan jawabannya.
Lama sudah berpikir tapi tidak bertemu juga dengan jawabannya, timbullah niat Ni Diah Adnyaswari untuk memberikan minuman yang memabukkan kepada Tamtam agar dapat membuka rahasia. 
Ni Diah Adnyaswari datang ke pondokan Tamtam, untuk merayu Tamtam agar mau menerima persembahan dari istana.
Tamtam sadar dalam mabuk itu telah membuka seluruh rahasia pertanyaannya. Dia sadar sudah ditipu, dan cepat-cepat mengambil gelang perhiasan 
Ni Diah yang bergegas pergi. Tamtam mendapatkan perhiasan milik Ni Diah, untuk menyampaikan keberatan pada waktu sidang di istana nanti.
Pada saat disidangkan Ni Diah Adnyaswari menjawab dengan enteng. Tamtam mengajukan keberatannya dan peninjauan kembali untuk menunda hukumanya, selama beberapa saat untuk memberikan penjelasan kepada sang raja, tentang tipu daya yang dilakukan Ni Diah. 

Tamtam memberikan bukti Gelang milik Ni Diah yang berhasil dirampasnya, Ni Diah telah berupaya yang tidak baik untuk mendapatkan jawaban, 
datang di malam hari ke gubuk orang miskin tanpa pengawal berbusana kerajaan dan membawa minuman keras, merayu.
Sang raja menerima keberatan dan peninjauan kembali oleh Tamtam, sang raja sebagai hakim dalam sayembara bersama para menteri menyepakati Ni Diah telah kalah dalam sayembara. 

Tamtam akhirnya menjadi raja di Mesir Puri bersama permaisuri Ni Diah Adnyaswari.

Dialog sebuah harapan di masa depan yaitu "isin telah", tidak mampu dijawab dalam geguritan tersebut. 
”Isin Telah”, itu tidak ada lain yaitu ”pikiran”,
di atas pikiran itu Sang Atma yang memberikan kehidupan.
Ni Diah tidak faham pengetahuan tentang Sang Atma. 
Sang Atma yang berada dalam tubuh akan menjadi kecil dan sekecil kecilnya, jika Dia di alam semesta akan mampu mengisi seluruh alam semesta ini. 
Itulah sifat Tuhan yaitu "Yang Maha Besar", dalam Asta Aiswara disebut dengan Mahima.
***