Seperti halnya :
- Rasa jengah | semangat bersaing (competitive pride);
- Nafsu, hasrat, keinginan & kesenangan (hedonis);
- Keberanian untuk dapat meraih kemenangan dan kesuksesan;
- Kebanggaan ataupun penghargaan dalam hidup ini.
- Sebuah ambisi untuk mencapai suatu tujuan.
- Rasa Bangga tatkala ada rasa lebih dari orang lain.
- Ego, kemashyuran dll.
Sebagai bagian dari Catur Purusa Artha, disebutkan pula bahwa kama juga tidaklah dibiarkan liar tanpa kendali.
Keberanian untuk mencapai sebuah kemenangan haruslah juga berdasarkan atas dharma yang bertujuan untuk kebaikan bersama, seperti halnya dahulu diceritakan keberanian yang dilakukan oleh Dewa Kama dalam kisah Sang Hyang Semara Ratih;
Dengan keberanianNya untuk sebuah kemenangan dan demi kebaikan semua umat;
Beliau ditugasi untuk dapat menggoda dan membangunkan Dewa Siwa dari yoga semadinya karena ada raksasa sakti yang bernama Nilarudraka sedang mengancam sorga.
Kama dalam bentuk nafsu, hasrat, dan keinginan memang tidak terbatas. Ini sebabnya tindakan untuk memenuhi kama dibatasi oleh :
Misalnya,
- Tanpa ikatan perkawinan, Ni Ketut Prawerti tidak memiliki kebebasan melakukan hubungan suami-istri dengan Gede Prawerta, apalagi berhasrat memiliki seorang putra,
- Dengan ikatan perkawinan yang menetapkan hubungan suami-istri, sehingga
- Dari sini muncullah kewajiban suami-istri, swadharmaning suami-istri.
- Bila punya anak,
- juga akan muncul kewajiban kepada anak.
- Begitulah setiap ikatan akan memberi kebebasan.
- “Kama haruslah menjadi tujuan hidup pertama,
- bahkan dengan menghasratkannya saja, para Rsi zaman Weda mencapai moksa, kebebasan”,
- jawab Bima ketika Yudistira mengajukan pertanyaan, apakah tujuan pertama hidup di dunia ini?
- Sementara itu, Widura mengatakan dharma haruslah menjadi tujuan hiup pertama, bukan kama.
- Arjuna mengatakan artha dan dharma yang harus menjadi tujuan hidup pertama. Pendapat Arjuna ini didukung dan disetujui oleh adik kembarnya Nakula dan Sahadewa.
- Melihat saudaranya berbeda pendapat segera Yudistira menyahut,
- Widura, karena kamu adalah pesehat kerajaan, pantaslah dharma menjadi tujuan pertama hidupmu, tetapi bukankah peperangan ini terjadi karena aku terlalu setia kepada dharma?
- Bima, pendapatmu sesuai dengan karaktermu yang suka makan, teruslah berhasrat. Arjuna pendapatmu itu sesuai dengan sifat kepemimpinanmu.
- Bagaimana mungkin seorang pemimpin merasa senang, bila rakyatnya tidak sejahtera dan hidup dalam kekacauan. Akan tetapi, pertanyaan ini aku sampaikan karena setelah peperangan selesai, aku merasa kesepian, tidak ada lagi yang patut aku kerjakan”.
Dari dialog singkat tersebut dapat dipahami,
- tanpa musuh, hidup ini menjadi begitu sepi dan sebaiknya,
- musuh membuat, hidup menjadi bergairah.
Cerita ini memberi inspirasi bahwa,
- makna hidup ini sepenuhnya terletak pada,
- seberapa kuat bertahan dari gempuran musuh dan
- seberapa banyak musuh yang dapat ditundukkan, bahkan
- seberapa banyak musuh yang dapat diciptakan.
- Apabila setiap orang dibesarkan oleh musuhnya, maka
- setiap orang memerlukan strategi bertahan dari serangan musuh dan
- siasat menyerang menundukan musuh.
Sebagaimana disebutkan Enam Musuh: Pembuka Pintu Gerbang Neraka, dalam dokumen Forum Diskusi Jaringan Hindu Nusantara, bahwa
- Setiap orang dapat memimpin dirinya keluar dari kontradiksi nilai dan norma dari hidup ini.
- Setiap orang mesti menguasai kehidupannya sebab Rta memaksanya.
- Setiap orang harus memimpin kehidupannya karena Dharma memerintahkannya,
- Kemudian agama menganjurkan, penguasaan dan kepemimpinan atas hidup ini haruslah diarahkan menuju ke
- titik akhir-pengabdian,
- realisasi-diri, dan
- kebebasan.
- kontrol moral,
- dukungan sarana,
- kendali kebebasan dll
***