Padudusan Agung

Padudusan Agung adalah upacara yadnya yang dilaksanakan sebagai upaya memberikan kesadaran tentang kesatuan alam semesta, kesatuan lingkungan hidup sekala dan niskala. Upacara padudusan agung memberikan dampak positif dalam upaya mendekatkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi merekat hubungan persaudaran dan kelestarian alam seperti yang tertuang dalam filosofi Tri Hita Karana.

Dalam salah satu kajian filsafat padudusan agung di salah satu desa di Bali, disebutkan bahwa Persembahan banten dalam upacara padudusan agung memiliki fungsi-fungsi sesuai dengan bentuknya. 
Ada beberapa fungsi sarana upacara padudusan agung berbentuk banten yakni: 
  1. Sebagai penyucian
  2. Sebagai perwujudan yakni wujud pendalaman sraddha.
  3. Sebagai persembahan
  4. Sebagi lambang berserah diri.
Bentuk Banten sebagai Penyucian 
Ada dua aspek penyucian yang diinginkan dalam upacara padudusan agung yakni: penyucian bhuana agung dan penyucian bhuana alit
Kelompok banten yang termasuk dalam fungsi penyucian adalah: 
Bentuk Banten sebagai Perwujudan 
Banten yang dikatakan sebagai perwujudan seperti 
Hampir semua penyelenggaraan upacara yajna bagi umat Hindu menggunakan bantcn daksina dan sesayut. Dalam lontar parimbon bebantenan disebutkan upacara tidak akan bcrhasll apabila tidak menggunakan daksłna. Karena Daksłna ini dłsebut yajna patni.

Bentuk Banten sebagai Persembahan.
Di Bali persembahan sering dikałtkan dengan kegiatan keagamaan atau adat kebiasaan. Setiap agama membenarkan umatnya mengadakan persembahan yang menyebabkan terjadinya perubahan suatu Sikap, terutama sikap bhatin yang semakin aman dan tenang. 

Orang terkadang menjadi gelisah bila tidak dapat menunaikan melaksanakan persembahan kepada Tuhan. 

Bentuk Banten sebagai simbol berserah diri 
Banten bukanlah makanan yang disuguhkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Banten adalah bahasa simbol yang sakral sebagai bahasa simbol, banten adalah media untuk menyampaikan sradha dan bhakti pada kemahakuasaan Hyang Widhi.

Adapun proses pelaksanaan upacara padudusan agung disebutkan yaitu :
  • Upacara mapekeling bertujuan untuk mulai berjanji dan berketetapan hati untuk melaksanakan yadnya.
  • Ngawit Karya, Nyukat Genah Ian Netegan Beras.
  • Ngingsah lan ngawit nyalcal catur, Ngadegang Tapini, Guru Dadi, Rare angon, Ngadegang Pakemit Karya, Ngandeg/nyengker Setra.
  • Nuasen Nanding Catur.
  • Melaspas Pratima lan Pelinggih sareng Pedagingan sebagai ritus - ritus penjiwaan.
  • Upacara Caru Penanggu Desa, Tawur, Caru di Pempatan (catus pata).
  • Mendak Marga Tiga sebagai pusat aktivitas kehidupan spiritual, pusat perhatian dan dengan rambu - rambu yang ada, ke mana perjalanan selanjutnya. 
  • Melasti
  • Puncak Karya, 
  • Mapeselang
  • Mapasaran dan Mapedanan.
  • Upacara Nyenukin lan Makebat Daun
  • Upacara Nyegara Gunung 
  • Tahap Akhir Penyelesaian dilaksanakanlah upacara penyineban sebagai akhir dan pelaksanaan upacara padudusan agung.
Upacara akhir penyineban karya padudusan agung.
Diawali dengan menghaturkan soda putih kuning dan canang yasa serta segehan. Demikian pula penjor di depan rumah hari ini sudah bisa di cabut. 

Sisa-sisa upakara dikumpulkan dan dibakar kemudian abunya dimasukan pada kelapa gading muda dan di tanam. Abu Sisa pembakaran upakara di merajan di tanam di merajan, demikian pula abu Sisa pembakaran di lebuh ditanam di lebuh, disertai dengan canang sari satu pasang.
***