Nyegara Gunung adalah keseimbangan natural spiritual yang berorientasi kepada gunung dan lautan, luan-teben, sekala-niskala, suci-tidak suci, Rwa Bhineda dan sebagainya, sebagaimana yang disebutkan "nyegara gunung" sebagai konsep tata ruang dalam budaya Bali.
Dalam upacara pitra yadnya, "Nyegara Gunung" disebutkan artinya adalah suatu
proses penciptaan dari Dewa pitara menjadi Dewa/dewata-dewati, segara
sebagai lambang predhana dan Gunung sebagai purusa, upacara nyegara
gunung dilaksanakan setelah upacara nyekah selesai dilaksanakan yaitu : Panca Maya Kosa terleburkan, yang terakhir dengan upacara nyegara gunung ini sehingga
terciptanya dewata-dewati setelah itu disthanakan di Sanggar / Sanggah Kamulan atau pura kawitan.
Upacara nyegara gunung wajib di laksanakan, karena merupakan upacara mendak dewata-dewati, boleh dilaksanakan di tepi pantai / segara (laut), karena
segara merupakan sumber kehidupan, dalam suatu upacara yang berhubungan dengan
Pitra Yadnya ada lima perubahan dari :
Kalau upacara Nyegara gunung
semestinya dipuput oleh seorang sulinggih, karena dalam upacara nyegara
gunung merupakan penciptaan dengan mempertemukan unsur :
- Predhana/segara dengan
- Purusa/Gunung.
***