Brahman Atman Aikyam

Brahman Atman Aikyam artinya brahman dan atman itu adalah tunggal; 
Dalam tingkat kebebasan moksa yang paling tinggi dimana disebutkan atman sudah dapat bersatu dengan Tuhan, Sang Hyang Widhi yang maha tunggal itu.
Dimana bersatunya Atman dengan Brahman ini yang telah manunggal dan moksa sebagai Atmasiddha Dewata yang umumnya dipuja di Pura kawitan masing - masing.
Dalam beberapa petikan sloka dalam taman dharma disebutkan sebagai berikut :
Sribhagavan uvacha: Akasaram brahman paramam svabhavo dhyatmam uchyate, bhutabhavodbhavakaro visargah karmasamjnitah (Bhagawadgita VIII. 3. 129).
Artinya ;
Sri Bhagawan Bersabda:
  • Brahman (Tuhan) adalah yang kekal, yang maha tinggi dan adanya di dalam tiap-tiap badan perseorangan yang disebut Adhyatman. 
  • Karma adalah nama yang diberikan kepada kekuatan cipta yang menjadikan makhluk itu hidup.
Dalam Sarasamuscaya, 35.486, mengenai kebahagiaan atau kebebasan abadi yang mesti diupayakan dalam hidup dan kehidupan ini sebagai berikut:
Mātāpitrsahasrāni putradāra çatani ca, yuge yuge wyatītāni kasya te kasya wā wayam.
Anādi ketang janma ngaranya, tan kinawruhan tembenya, luput kinalakaran, wilangning janmāntara, mewwiwut pwa bapanta, ibunta, anakta, rabinta, ring sayugasyuga, paramārthanya, ndyang enak katepetana sānu lawan ika, ndyang tuduhan anunta.
Artinya;
Tidak diketahui hubungan penjelmaan manusia itu pada permulaannya, tidak dapat diperkirakan akan banyaknya penjelmaan yang lain, beribu-ribu bapa, ibu, anak dan istri pada tiap-tiap yuga;
Pada hakekatnya, siapakah yang sebenarnya dapat mengatakan dengan tepat keturunan mereka itu, dan yang mana dapat ditunjuk seketurunan dengan engkau sendiri ?.
Sarasamuscaya, 35. 487, Nāyamatyantasamwāmsah kadācit kenacit saha, api swena marīrena kimutānyena kenacit.
Tātan hana teka nitya patemunya ngaranya, ikang patemu ika, ikang tan temu ika, kapwa tan langgeng ika, patemunta lawan iking çariranta tuwi, tan langgeng ika, mapasaha mara don iking paneoadadi, haywa tinucap ikang len.
Artinya;
Tidak ada yang kekal yang dinamakan pertemuan itu, yang bertemu satu dengan yang lain; yang tidak bertemu satu dengan yang lain, semuanya itu tidak kekal; 
Bahkan hubunganmu dengan badanmu sendiripun tidak kekal, pasti akan berpisah dari badan; tangan, kaki, dan lain-lain bagian tubuh itu, jangan dikatakan dengan yang lain-lainnya.
Sarasamuscaya, 35.488, Ādarçanādāpatitāh punaçcādarçanam gatāh, na te tawa na tesām twam kā tatra paridewanā.
Keta sakeng taya marika, muwah, ta ya mulih ring taya, sangksipta tan akunta ika, ika tan sapa lawan kita, an mangkana, apa tojara, apa polaha.
Artinya;
Katanya mereka datang dari Taya (kenyataan yang tidak nyata), dan kemudian kembalinya lagi ke Taya, singkatnya, bukan kepunyaanku itu, itu tidak ada hubungannya dengan engkau, jika demikian halnya, apa yang akan dikatakan dan apa yang akan dikerjakan.
Sarasamuscaya, 35. 489, Naste dhane wā dāresu putre pitari mātari, aho kastamiti dhyātwā duhkhasyāpacitin caret.
Hilang pwa mās, māti pwang anak, rabi, bapa, ibu, ikāna telas paratra, atiçaya ta göng nikang lara, mwang dukkhaning hati enget pwa kitan mangkana, gawahenta tikang tambāning duhkha.
Artinya ;
Kekayaan akan habis, anak akan mati, istri, ayah, dan ibu, mereka itu semuanya juga akan meninggal dunia
Maka sangat menyedihkan dan memilukan hati, bila engkau sadarkan keadaan demikian, perbuatanmu itu merupakan obat pelipur duka.
Sarasamuscaya, 35. 505, Duhkheswanudwignamanāh sukhesu wigatasprhah, wītaçokabha-yakrodhah sthiradhīrmunirucyate.
Sang kinahananing kaprajñān ngaranira, tan alara yan panemu duhkha, tan agirang yan panemu sukha, tātan kataman krodha, mwang takut, prihati, langgeng mahning juga tuturnira, apan majñāna, muni wi ngaraning majñāna.
Artinya ;
Orang yang disebut mendapatkan kebijaksanaan : 
  • tidak bersedih hati jika mengalami kesusahan
  • tidak bergirang hati, jika mendapat kesenangan, 
  • tidak kerasukan nafsu marah dan rasa takut serta kemurungan hati, 
  • melainkan selalu tetap tenang juga pikiran dan tutur katanya, karena berilmu, budi mulia pula disebut orang yang bijaksana.
Sarasamuscaya, 35. 503, Mānasam çamayet tasmāt prajñāya, gnimiwābhasa, praçānte mānase hyasya çārīramupaçāmyati.
Matangnya duhkhaning manah, prihen pademen ring kaprajñān, apan niyata juga hilang dening kaprajñān, kadyangganing apuy dumilah, niyata padem nika dening wwai, padem pwa duhkhaning manah, padem ta laranikang çarīra.
Artinya ;
Karena itu penderitaan pikiran hendaklah diusahakan untuk dimusnahkan dengan kebijaksanaan, sebab tentunya lenyap oleh kebijaksanaan, 
Seperti misalnya api yang menyala, pasti padam oleh air, jika telah musnah pen­deritaan pikiran, maka lenyaplah pula sakitnya badan.
Sarasamuscaya, 35. 510, Wījāyagnyupadagdhāni na rohanti yathā punah, jñānadagdhaistathā kleçairnātmā sampadyate punah.
Kunang paramārthanya, hilang ikang kleçaning awak, an pinanasan ring jñāna, hilang pwang kleça, ri katemwaning samyagjñāna, hilang tang janma, mari punarbhawa, kadyangganing wīja, pinanasan sinanga, hilang tuwuh nika, mari masewö..
Artinya ;
Adapun maknanya yang terpenting kecemaran badan akan lenyap, jika dilebur dengan latihan-latihan ilmu pengetahuan suci, jika hilang musnah kotoran badan itu, karena telah diperoleh pengetahuan yang sejati, maka terhapuslah kelahiran, tidak menjelma / reinkarnasi kembali. 
Sebagaimana misalnya : biji benihan yang dipanaskan, dipanggang, hilang daya tumbuhnya, tidak tumbuh lagi.
Demikianlah dapat diuraikan mengenai tingkatan dan keberadaan orang yang dapat mencapai moksa, dan perlu diikuti dengan kesungguhan hati. 
Renungkanlah dalam-dalam petikan sloka tersebut di atas, sehingga tercapai apa yang menjadi tujuan hidup ini.
***