Nitisastra berasal dari Bahasa Sansekerta, dari kata Niti dan Sastra.
- Niti artinya pemimpin, politik, pertimbangan atau kebijakan.
- Sedangkan sastra juga artinya perintah, ajaran, aturan atau teori.
Jadi Nitisastra artinya ajaran tentang kepemimpinan.
Dalam berbagai kitab nitisastra banyak mengulas tentang kepemimpinan suatu masyarakat atau tata pemerintahan.
Dalam kaitan ini Nitisastra juga dapat diartikan sebagai konsep penataan pemerintahan dan pembangunan negara.
Banyak teori dan konsep modern tentang kepemimpinan, namun inti dari semua teori itu adalah sama yakni bertujuan agar seorang pemimpin berhasil membawa kelompoknya mencapai tujuan yang diinginkan.
Demikian dikutip dari materi pelajaran pendidikan agama Hindu agar seseorang pemimpin dapat mengaktualisasikannya.
Di Bali dalam kegiatan sehari-hari dalam pelaksanaan upacara yadnya, Nitisastra juga disebutkan sebagai pedoman dharma kewajiban dari seorang pemimpin seperti halnya kepemimpinan dalam rangka mensukseskan pelaksanaan Tri Manggalaning Yadnya disebutkan pula bahwa :
Agar upacara yadnya yang dilaksanakan dapat berdasarkan satvika yadnya yang sesuai dengan sastranya.
Lontar ini juga disebut sebagai salah satu bagian dari lontar tentang etika dan susila bagi umat Hindu yang merupakan bagian dari Arthasastra dalam kelompok Upaweda yang dalam konsep kepemimpinan hindu (forum diskusi jaringan hindu nusantara), sebagaimana disebutkan kata Nitisastra berasal dari bahasa Sansekerta, dari kata Niti dan Sastra.
Nitisastra merupakan sumber kepatuhan manusia sebagai hamba Tuhan terhadap hukum abadi Tuhan (Hukum Rta), sumber kepatuhan manusia sebagai warga negara pada hukum dan kebijaksanaan pemerintah dari lembaga keumatan dan negara yang bersangkutan. Atau dengan kata lain Nitisastra merupakan sumber kepatuhan manusia terhadap Tuhan, sesamanya, dan lingkungannya, serta Dharma negaranya.
Nitisastra ini secara sederhana dapat dikatakan bahwa, Nitisastra bukan hanya diperlukan tetapi juga dapat dipergunakan oleh pemimpin suatu Negara, oleh pemerintah atau pengambil kebijakan dalam kelembagaan umat Hindu serta dapat juga diamalkan oleh semua umat manusia pada umumnya dan khususnya oleh umat Hindu Dharma sesuai dengan Varna Dharma-nya.
Nitisastra dapat juga dipergunakan untuk membuat rumusan kembali, mengakulturasikan suatu konsep dengan konsep yang lain sehingga memperoleh suatu konsepsi baru (pemikiran beragama, berorganisasi dan bernegara yang bersifat pembaharuan, dinamis, relevan dan mengikuti perkembangan zaman atau kekinian/anutana) dan mengantarkan untuk berpandangan jauh kedepan.
Nitisastra ini sangat dibutuhkan dan dapat dijadikan pedoman oleh umat Hindu, pemimpin/pemerintah/pengambil kebijakan dalam kelembagaan umat Hindu serta untuk menata hidup dan kehidupan umat beragama Hindu dalam kewajibannya (swadharma) terhadap kepatuhan dengan Dharma Agama-nya.
Selain ajaran Kepemimpinan/Nitisastra maka perlu adanya seseorang pemimpin yang dapat mengaktualisasikan ajaran Nitisastra ini.
Karena Pemimpin dan Kepemimpinan ibarat mata uang. Dapat berfungsi bila keduanya sisinya utuh dan saling mengisi. Bila salah satu tidak ada maka tidak dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan.
Untuk menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah,
- semua itu memerlukan perjuangan,
- pengorbanan,
- pembelajaran tentang hal-hal yang berhubungan dengan pemimpin dan kepemimpinannya.
Seorang pemimpin dalam kepemimpinannya dinyatakan berfungsi untuk menggiatkan atau menggerakan bawahannya. Fungsi menggerakan dalam hal ini adalah fungsi pembimbingan dan pemberian pemimpin serta menggerakan orang-orang atau kelompok orang-orang itu agar suka dan mau bekerja.
Fungsi pemimpin adalah sangat penting. Karena bagaimanapun rapinya perencanaan yang dilakukan oleh pemimpin serta tertibnya pengorganisasian ataupun tepatnya penempatan orang, hal ini belum menjamin dapat bergeraknya oraganisasi ke arah sasaran atau tujuan.
Kemudian dalam kehidupan dan aktivitas keagamaan umat Hindu, ada tiga unsur/komponen utama yang berperanan dalam pelaksanaannya yaitu yang disebut Tri Manggalaning Yadnya, sebagai berikut :
- Sang Yajamana sebagai Sang Manggala/pemimpin yang wilayah kerjanya berorientasi kepada Bhakti dan Karma Marga.
- Sang Pancagra atau Sang Widya, sebagai Sang Manggala/pemimpin yang wilayah kerjanya berorientasi kepada Karma dan Jnana yoga.
- Sang Sadhaka sebagai Sang Manggala/pemimpin yang wilayah kerjanya berorientasi kepada Jnana dan Raja yoga.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diartikan bahwa "Konsep Kepemimpinan Hindu Perspektif Fungsi Sang Yajaman, Sang Widya, dan Sang Sadaka" merupakan rancangan, ide atau pengertian, dan proses kepemimpinan Hindu dari sudut pandang fungsi atau TUPOKSI dari masing-masing unsur/komponen Tri Manggalaning Yadnya sebagaimana disebutkan dalam Nitisastra ini.
Dalam beberapa kutipan naskah Nitisastra ini disebutkan,
Dalam beberapa kutipan naskah Nitisastra ini disebutkan,
- Berkaitan dengan Mona Brata sehabis sembahyang atau meditasi dan japa sebagaimana dijelaskan
- Janganlah berkata yang tidak baik karena akan mendatangkan kesusahan dll.
- Biasakan dengan berkata yang baik, karena dengan dengan kesucian perkataan tersebut akan selalu mendapatkan kebahagiaan dan banyak teman.
- Dalam kekawin Nitisastra VIII.3 disebutkan bahwa Catur Wida sebagai tuntunan anak untuk dapat berbakti kepada orang tuanya.
- NīTI ÇĀSTRA milik Pemda tingkat I Bali untuk membina mental – motal – budi pekerti dan meningkatkan keyakinan umat beragama khususnya umat beragama Hindu. Karena Nīti Çāstra berisi nasehat-nasehat serta angan-angan tentang kesusilaan yang besar artinya dalam pembentukan pribadi.
- Sloka dan Makna yang Indah di CANAKYA NITI SASTRA, yang bisa memberikan kententraman hati kita. Semoga Sloka dan Maknanya ini dapat memberikan rasa Kebahagian dan Kedamaian didalam dunia.
- Canakya Niti Sastra 10.10 dalam catatan PHDI terkait tidak menyimpan keburukan sampai mati disebutkan istilah kata durjana, dan ada kata sujana atau sajjana.
- Kata jana berarti orang.
- Durjana berarti orang jahat,
- Sujana berarti orang baik,
- Sajjana berarti orang yang selalu berada dalam jalan kebenaran.
***