Tuhan adalah "Bhatara Siwa", dan
Ajaran Ketuhanan seperti ini direalisasikan dalam membangun merajan, sanggah, pura, banten, puja dan sebagainya.
Padma Tiga di Pura Besakih, gedong di pura, sanggah kemulan merupakan tempat memuja Bhatara Siwa baik sebagai Tri Murti atau Pitara sebagai wujud Bhatara Siwa.
Jelas bahwa tawur, bagia pula kerti dan sebagainya merupakan banten yang diilhami oleh konsep Ketuhanan sebagai Dewata Nawa Sangha.
Pujapun demikian. Sebagian besar puja (demikian pula saa/mantra) ditujukan kepada Bhatara Siwa dalam berbagai manifestasinya.Di dalam Siwa Sasana disebutkan adanya “paksa-paksa (sekte)”- Saiwa yaitu Siwa Siddhanta, Waisnawa, Pasupata, Lepaka, Canaka, Ratnahara dan Sambhu.
Dalam Siwa Sasana penggunaan kata-kata sadhaka dang upadhyaya sering benar, kadang-kadang berselang-seling.
Semuanya menunjuk pada seseorang yang melaksanakan hidup kerohanian sebagai pandita. Acarya dan dang upadhyaya lebih cenderung berarti seorang pandita guru.Disamping itu ada pandita yang disebut dang acarya wrddha pandita, sriguru pata, dang upadhyaya pita maha, prapita maha, dan bhagawanta yang masing-masing berarti pandita guru yang agung, guru yang mulia yang senang membaca, kakek guru, kakek yang agung, dan bhagawan. Perbedaan diantara para pandita tersebut dalam Siwa Sasana tidak dijelaskan.
Kepada mereka itulah dahulu Siwa Sasana ini ditunjukan untuk dilaksanakan dengan tujuan agar mereka dapat mempertahankan martabatnya sebagai Pandita, dan menegakkan ajaran dharma. Suatu uraian yang panjang dalam lontar ini ialah uraian tentang syarat-syarat seorang acarya yang dapat dijadikan guru dan yang harus dihindari sebagai guru.
Salinan Lontar SIWA SASANA & Terjemahan Bahasa Indonesia | Lontar Druwe: Ida Pedanda Gde Putra Tambahu, Griya Ahan-Klungkung-Bali Oleh: I Wayan Sudarma (Shri Danu Dharma P)
***