Panca Sembah,
- Diawali dengan Mantram Penyucian Badan dan Sarana Sembahyang sebagai hal yang perlu dalam persembahyangan.
- Mantram Panca Sembah, seperti kutipan dalam kutipan dari dokumen Forum Diskusi Jaringan Hindu Nusantara (ref) disebutkan sebagai berikut :
1. Dengan Cakupan Tangan Kosong. "sembah puyung". Cakupkan tangan kosong dan pusatkan pikiran dan ucapkan mantram ini:
"Om àtmà tattwàtmà sùddha màm swàha", yang artinya, Ya Tuhan, atma atau jiwa dan kebenaran, bersihkanlah hamba.
2. Dengan bunga, ditujukan kepada Hyang Widhi dalam wujudNya sebagai Hyang Surya atau Siwa Aditya. Ucapkan mantram :
"Om Adityasyà param jyoti rakta tejo namo stute,
sweta pankaja madhyastha bhàskaràya namo stute"
yang artinya: Ya Tuhan, Sinar Hyang Surya Yang Maha Hebat. Engkau bersinar merah, hamba memuja Engkau. Hyang Surya yang berstana di tengah-tengah teratai putih. Hamba memuja Engkau yang menciptakan sinar matahari berkilauan.
3. Kramaning sembah dengan kawangen.
Bila tidak ada, yang dipakai adalah bunga. Sembahyang ini ditujukan kepada Istadewata pada hari dan tempat persembahyangan itu. Istadewata ini adalah Dewata yang diinginkan kehadiranNya pada waktu memuja. Istadewata adalah perwujudan Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai wujudNya. Jadi mantramnya biasanya berbeda-beda tergantung di mana dan kapan bersembahyang. Mantram dibawah ini adalah mantram umum yang biasanya dipakai saat Purnama atau Tilem atau di Pura Kahyangan Jagat:
4. Sembahyang dengan bunga atau kawangen,
bertujuan untuk memohon waranugraha. Usai mengucapkan mantram, ada yang memperlakukan bunga itu langsung sebagai wara-nugraha, jadi tidak”dilentikkan/dipersembahkan” tetapi dibungakan di kepala (wanita) atau di atas kuping kanan (laki-laki). Mantramnya adalah:
5. Sembahyang dengan cakupan tangan kosong,
Sama halnya seperti yang pertama. Cuma sekarang ini sebagai penutup. Usai mengucapkan mantram, tangan berangsur-angsur diturunkan sambil melemaskan badan dan pikiran, Mantramnya:
yang artinya: Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha tinggi dan maha gaib. Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan.
"Om nama dewa adhisthanàya sarwa wyapi wai siwàya,
padmàsana eka pratisthàya ardhanareswaryai namo namah"
yang artinya: Ya Tuhan, kepada dewata yang bersemayam pada tempat yang luhur, kepada Hyang Siwa yang berada di mana-mana, kepada dewata yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai di suatu tempat, kepada Ardhanaresvari hamba memuja.
4. Sembahyang dengan bunga atau kawangen,
bertujuan untuk memohon waranugraha. Usai mengucapkan mantram, ada yang memperlakukan bunga itu langsung sebagai wara-nugraha, jadi tidak”dilentikkan/dipersembahkan” tetapi dibungakan di kepala (wanita) atau di atas kuping kanan (laki-laki). Mantramnya adalah:
"Om anugraha manoharam dewa dattà nugrahaka,arcanam sarwà pùjanam namah sarwà nugrahaka,Dewa-dewi mahàsiddhi yajñanya nirmalàtmaka,laksmi siddhisça dirghàyuh nirwighna sukha wrddisca"yang artinya: Ya Tuhan, Engkau yang menarik hati pemberi anugrah, anugrah pemberian Dewata, pujaan segala pujaan, hamba memujaMu sebagai pemberi segala anugrah. Kemahasiddhian pada Dewa dan Dewi berwujud suci, kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur, bebas dari rintangan, kegembiraan dan kemajuan rohani dan jasmani.
5. Sembahyang dengan cakupan tangan kosong,
Sama halnya seperti yang pertama. Cuma sekarang ini sebagai penutup. Usai mengucapkan mantram, tangan berangsur-angsur diturunkan sambil melemaskan badan dan pikiran, Mantramnya:
"Om Dewa suksma paramà cintyàya nama swàha.
Om Sàntih, Sàntih, Sàntih, Om"
yang artinya: Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha tinggi dan maha gaib. Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan.
***