Sang Kala Tiga Wisesa

Sang Kala Tiga Wisesa adalah tiga kekuatan negatif yang turun mengganggu umat manusia pada Redite (minggu) Paing Wuku Dungulan menjelang Perayaan Galungan, karena itulah pada hari tersebut dianjurkan untuk :
  • Anyekung jñana yang artinya mendiamkan pikiran agar jangan dimasuki oleh Butha Galungan ini,
  • dan orang-orang yang pikirannya selalu suci (nirmalaka) tidak akan dimasuki oleh Butha Galungan ini.
Sang Kala Tiga Wisesa yang juga sering disebut dengan Sanghyang Tiga Wisesa sebagai symbol Asura Sampad yang dalam pedoman perayaan hari raya galungan dan kuningan sebagaimana dijelaskan Stiti Dharma Online, tiga butha tersebut berwujud sebagai :
  1. Bhuta Dungulan, 
    • Menguji umat manusia dalam menghadapi Hari Raya Galungan untuk meraih kemenangan dharma.
    • Sehingga pada saat Penyajaan Galungan, kita disebutkan hendaknya perlu berhati-hati dan mawas diri 
  2. Bhuta Galungan, 
  3. Bhuta Amangkurat
Ketiga butha yang ada dalam diri setiap manusia tersebut kecenderungan ingin lebih unggul (Dungul), kecenderungan ingin menang dalam pertikaian (Galung), dan kecenderungan ingin berkuasa (Amangkurat) sehingga disebutkan saat Redite Paing Dungulan (Penyekeban), perlu dilaksanakan Anyekung jnana sudha nirmala, menggelar samadhi di Sanggah Pamerajan untuk menguatkan tekad memenangkan dharma.

Sebagai perwujudan untuk melepaskan kekuatan dari Sang Kala Tiga yang tidak lain adalah sifat-sifat kala menjadi kekuatan Sanghyang Tiga Wisesa. 
Di sini, Sang Kala Tiga adalah Bhuta Galungan yang menggoda umat Hindu menjelang perayaan Galungan.
Dimana seminggu sebelum hari raya Galungan sampai 35 hari setelah perayaan Galungan, dalam kepercayaan masyarakat Bali terdapat rentang waktu khusus dimana masyarakat tidak melangsungkan upacara-upacara besar, khususnya acara yang bersifat terencana seperti perkawinan, nyekah, ngaben, dan acara-acara lainnya. Rentang waktu tersebut sering dikenal sebagai istilah Nguncal Balung, tradisi pantangan galungan - kuningan untuk tidak mengadakan upacara-upacara besar dalam menjaga nilai-nilai tradisional yang sudah ada.
***