Nyakapin Karang

Nyakapin Karang adalah upacara yang dilaksanakan agar dapat menyebabkan ketenangan dan keharmonisan bagi pekarangan untuk dapat menempatinya.
Ibaratnya masakapan atau nganten (Pawiwahan) untuk menyatukan antara tanah dengan penghuni dan lingkungannya.
Nyakap Karang/Palemahan yang dimaksud adalah mengawinkan atau menyatukan secara batin antara pemilik lahan dengan lahan yang akan dipakai perumahan, seperti halnya yang termuat dalam lontar kosala kosali 
“Sotaning sang ndruwedang tanah palemahan inucap nyakap palemahan punika matatujon prasidane ngawetwang karahayuan karaketan pasilih asih sang ndruwe lawan padruwennya”
Terjemahan :
Terkait dengan sang Pemilik tanah untuk perumahan, nyakap palemahan bertujuan agar dapat mencapai keselamatan dan keselarasan antara sang pemilik tanah dan pemilik rumah).
Dari isi lontar ini, terminologi menyatukan secara batin tersebut diatas bertujuan dalam kajian ritual pembangunan rumah tinggal tradisional Bali disebutkan bertjuan agar :
  • Supaya direstui oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan bahwa tanah tersebut disucikan secara alam skala dan alam niskala (alam nyata dan alam religious).
  • Supaya dapat menemukan kebahagiaan lahir batin bagi seluruh keluarga pemilik pekarangan tersebut 
  • Supaya tanah yang dimiliki oleh pemiliknya seperti dipageri “besi” (dalam artia kokoh dari dan terhindar dari gangguan hukum alam nyata dan alam religius).
Upakara/Bebanten/Sesaji, Secara garis besar banten atau sesaji untuk upacara nyakap karang dapat diuraikan sebagai berikut :
  • Banten piuning/medius, bertujuan untuk melakukan permohonan permakluman atau “piuning” ke pura-pura Kahyangan atau dengan kata lain dapat diartikan permohonan secara niskala dalam proses perubahan status pemilikan tanah. Apabila lahan rumah adalah bekas tanah sawah, maka akan dilakukan permakluman/piuning ke ulun carik di Pura Bedugul. Apabila bekas tanah tegalan, maka akan dilakukan upacara piunig ke Penghulun Tegalan di Pura Kahyangan Tiga atau Pura Dangkahyangan
  • Jenis banten piuning terdiri dari : Pras, daksina, ajuman, canang ditambah dengan ngelusur pakuluhatau air suci di Pura Kahyangan di atas. Secara pengelompokan dapat dibagi menjafi tiga, yaitu :
    • Banten ring sor/ banten caru : 
      • Bertujuan untuk menyucikan pekarangan dari bekas aura jelek (butha kala
      • Carunya memakai daging itik warna bulu hitam, maolah sate lembat asem Urab barak urab putih putih selangkapnya
        • Caru tersebut dijadikan limang tanding, berisi 33 uang kepeng, masing-masing memakai sengkui, laying-layang itik hitam, banten buh dengan alas suyuk dijadikan limang tanding, pras, masesari 27 kepeng.
        • Ada yang menggunakan caru madia namun tetap disesuaikan dengan kemampuan si pemilik rumah.
    • Banten ring laapan, bertujuan  untuk  menyucikan  diri  pemiliknya  dan  tanah  yang  dimilikinya  sehingga  terjadi hubungan yang harmonis antara pemilik dengan lahan yang dimilikinya. Banten  ini  terdiri  dari  :  sesayut  1,  maulam  ayam  bulu  putih  mepanggang,  pangambean  1,  maulam  itik  bulu  putih maguling, pras, panyeneng, lis selengkapnya.
    • Banten ring ke surya (sanggah cucuk).
      • Banten ini diletakkan digian hulu upakara yang bertujuan untuk nunas Guru Saksi Hyang Ciwa Raditya
      • Jenis  banten  yang  harus  ada  di  sangga  cucuk  adalah  :  daksina,  suci  alit,  ajuman  putih  kuning,  canang  genten  saha runtutannya. 
      • Pidabdab/ilen, Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah prosesi sesudah semua bebanten/ sesaji di atas lengkap, baru dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
        • Nunas tirtha pakuluh ngaturan banaten piuning di Pura Kahyangan.
        • Ngelarang / ngateb banten di laapan, setelah dilakukan upacara upasaksi kepada Ciwa Raditya dengan seperlunya .
        • Ngelarang caru pengerapuh/panyuda mala.
        • Setelah selesai kegiatan diatas semuanya, maka sang pemilik ngaturang bakti kepada seluruh bebanten  sampai kepada kegiatan nunas tirtha suci selengkapnya.
Secara kasat mata melihat upacara pada kegiatan tradisional tersebut tidaklah sangat rumit  apabila  kita  mencari  hikmah  dan  maknanya  yang  kesemuanya  itu  adalah  agar  semua  pihak  dapat  menemukan suatu kebahagiaan lahir batin baik secara sekala (alam nyata) maupun niskala (alam religious).
***