Pratisentana (atau "Prati Sentana") adalah sanak keluarga sebagai keturunan dari bathara kawitan atau leluhur yang telah medahului kita.
Dimana peringatan berupa kesisipan kadang terjadi yang sejatinya leluhur sangat sayang kepada sentana agar tak terlena dengan hidup di dunia ini, tidak malas memuja Ida Betara Kawitan dan Ida Sanghyang Widhi.
Dalam kitab suci Sarasamuscaya sebagai ajaran guru rupaka dalam Hindu Dharma dikatakan bahwa :
"Yasa Pattinggal Rahayu";
Ibaratnya seperti kebaktian kita pada orang tua akan menjadi contoh bagi keturunan selanjutnya dan akan dilanjutkan, sehingga bila anak-anak sudah menjadi tua atau meninggal dunia, secara sambung menyambung para keturunannya-pun akan menghormati dan berbakti kepadanya, karena kebaktian itu sudah menjadi tradisi yang baik di dalam keluarganya.
Dan saat perjalanan roh leluhur di alam
Ayatanastana disebutkan bahwa :
Ayatanastana disebutkan bahwa :
Semakin besar kebajikan yang dilakukan oleh keturunan atau Prestisantanannya, serta semakin tulus doa-doa yang dipersembahkan, maka semakin besar pula kemungkinan para leluhurnya untuk dapat cepat terbebaskan dari siksa hukuman neraka, dan bisa kembali pulang ke Pitralokha atau ke surga.
Dalam petikan Manawa Dharmasastra dikatakan pula bahwa :
Anak-anak yang lahir dari perkawinan yang baik hendaklah sejak kecil dididik agar berbakti kepada orang tua.
Orang tua melimpahkan kasih sayangnya kepada anak-anak dalam filosofi Agama Hindu adalah karena keyakinan bahwa roh yang menjelma / manumadi menjadi anak-anak adalah roh leluhurnya sendiri.
Oleh karena itu hubungan antara manusia dengan roh leluhur mempunyai jalinan yang kuat dalam kaitan kepercayaan Atma tattwa dengan kepercayaan Punarbhawa.
Bayi masih dalam kandungan sampai anak-anak lahir menjadi besar dan menempuh kehidupan Sebagaimana diuraikan di atas,
Kewajiban orang tua kepada anak-anak dimulai sejak jabang perkawinan. Kewajiban skala adalah kewajiban memelihara secara fisik dan mental misalnya mencukupi kebutuhan sandang-pangan dan pendidikan.
Kewajiban niskala adalah kewajiban menyelenggarakan upacara-upacara manusa yadnya mulai dari magedong-gedongan sampai pawiwahan.
Setelah anak-anak mandiri dan berkeluarga maka berbaliklah kewjiban itu, bahwa anak-anak harus merawat dan memelihara orang tuanya sampai meninggal dunia, yaitu menjaga kesehatan, kegembiraan, dan kebahagiaan hidup, menyelenggarakan pitra yadnya dan mensucikan roh ayah-ibunya.
Demikianlah kehidupan ini berputar terus secara timbal balik, sehingga dapatlah dikatakan bahwa filsafat Tattwamasi merupakan cahaya bagi kehidupan umat manusia di dunia.
***