Perlengkapan Upacara Pitra Yadnya

Apa yang kita butuhkan dalam kegiatan Pitra Yajna dimana setiap umat beragama Hindu akan mengalaminya yang disesuaikan dengan tingkatan kemampuan. 

Beberapa istilah atau tingkat cara meyelesaikan jasad orang yang meninggal sesuai Desa Kala Patra, dengan tingkatan Tri Mandala yaitu nista – madya – utamanya, namun tingkat apa saja yang akan diambil dalam karya pitra yadnya itu maka terlebih dahulu tidak lepas dari perlengkapan – perlengkapan dasar / khusus yang dibuat untuk itu dan setelah upacara selesai tidak mungkin dipakai atau disimpan lagi antara lain :
  • Pepaga / tandu / asagan, dibuat dari bambu untuk tempat memandikan jenasah yang biasanya diletakkan dinataran rumah / pekarangan yang diberi alas selembar tikar atau diisi sepucuk pandan berduri sebelum diapaki memandikan secara umum.
  • Ulap – ulap
    • Secarik kain putih kurang lebih 1.5 meter, dipasang di atas pepaga sebagai tanda adanya penutup dari keterbukaan langit.
  • Menyiapkan dua macam air untuk pemandian :
    • Air tawar dalam ember / pane
    • Air asam / kumkuman
  • Ancak Saji, 
    • Dibuat dari serpihan bambu yang pucuknya runcing sebagai pagar bila orang itu dikubur (mendem sawa), 
    • Bila ngaben nge- wangun dipakai untuk memagari tempat jenasah dibaringkan.
  • Pesaluk / pesehan pakaian :
    • Pesaluk hidup untuk laki :
    • Pesaluk mati, laki dan perempuan sama yaitu berupa kain putih bagi yang sudah kawin, warna 
  • Rantasan
  • Pabresian / pengresikan, 
  • Uperangga (Peralatan Kelengkapan) Pitra Yadnya (ref) :
    • Lante/rante | Dibuat dari sebitan paenjalian atau rotan. Penjalin ini digulungkan dengan tali “ketikung” yang dibuat dari penjalin. 
      • Ketekung adalah perubahan dari ulat menjadi kupu-kupu. 
      • Demikianlah diibaratkan manusia mati, yang merupakan proses untuk lahir kembali menjadi manusia.
    • Tumpang Salu | “pelinggihan” Sawa dan rohnya. Ia diibaratkan Naga Tatsaka yang akan menerbangkan roh.
    • Pelengkungan | Penutup Tumpang Salu yang dibuat dari sebitan bambu yang diulat seperti bedeg jarang, panjangnya sampai menutup Tumpang Salu sehingga tidak kelihatan.
    • Pengulungan | Dibuat dengan tikar dan kain putih (kasa). Kain putih yang bertuliskan “Padma”dengan aksara “Walung Kapala”. Aksara Walung Kapala adalah aksara kulit manusia. Jadi pengulungan adalah simbolik dari kulit itu sendiri.
    • Tatindih | kain sutra putih yang dikerudungkan pada Sawa sebagai simbolik selimut.
    • Wadah atau bade | pengusungsan Sawa untuk pergi ke setra.
    • Tragtag | tangga untuk menaikkan Sawa ke wadah.
    • Iber-iber | ayam/burung yang diterbangkan ketika sawa/jenazah mulai dibakar, sebagai simbol perginya Atma dari badan ke asalnya.
    • Penuntun | berfungsi untuk menuntun orang yang sudah meninggal, guna kembali kepada asalnya. 
      • Dipakainya tulup sebagai alat penuntun; 
      • Karena tulup bisa mengarahkan kepada tujuan yang ingin dicapai.
    • Tah/Arug/Sabit mabakang-bakang | berfungsi untuk merabas apa saja yang menghalangi perjalanan Atma untuk kembali ke asalnya.
    • Gender | gamelan yang berfungsi mengiringi kepergian Atma, dibunyikan mengiringi wadah/bade.
    • Petulangan | Penggunaan petulangan ini diatur dalam prasasti masing-masing warga.
    • Bale Gumi | berfungsi sebagai bumi.
    • Sekarura | persembahan kepada para Bhutakala agar tidak menghalangi perjalanan roh.
    • Bale Lunjuk atau Bale Salunglung | artinya Bale keindahan atau keasrian. Di bawah ini Sawa itu dibakar.
    • Cegceg | diletakkan dipinggir jalan yang berfungsi sebagai oleh-oleh Atma untuk kembali ke asalnya.
    • Sanggah Cucuk dan Damar kurung | berfungsi menyuluhin Marga Sanga artinya menyinari jalan Sembilan, yakni jalan yang akan dilalui oleh Atma menuju Sorga.
    • Tetukon | Simbol dari keseluruhan satu sosok tubuh manusia.
    • Pangrekan | sebagai symbol Padma atau Bumi.
    • Pisang jati (Adegan) | perwujudan dari orang mati tempat berstananya Panca Maha Bhuta.
    • Puspa lingga | Sama seperti Adegan, namun pada saat ini Panca Maha Bhuta sudah menjadi Panca Tan Matra.
    • Angenan | symbol jantung. Ia berupa sinar yang memberikan hidup semua organ tubuh. Angenan ini diletakkan di atas hulu ati Sawa.
    • Kreb Sinom | berfungsi sebagai krudung.
    • Kajang | kain putih yang bertuliskan aksara sebagai symbol daripada kulit.
    • Sok bekel/Ponjen | sebagai bekal bagi Sawa untuk kembali keasalnya.
    • Gegutuk/Gerutuk | disulam dengan dasar bentuk senjata dewata nawa sanga.
    • Lis pering | sepasang lis yang diletakkan pada kaki Sawa dengan berdiri. Hal ini merupakan simbolik, bahwa ia tetap berdiri diatas bumi.
    • Jempana | sebagai wahana untuk membuang abu jenasah ke laut atau menghanyutkan atau melarung sekah atau tulang yang telah dihaluskan. 
    • Kesi-kesi deling/ Jemek | simbol dari Atma. Kesi-kesi deling ini diletakkan bagian hulu tempat Sawa.
    • Ampilan | Dibuat dari bambu kuning memakai baju kain putih untuk yang sudah kawin dan yang kuning untuk yang belum kawin.Seperti orang-orangan kepalanya dibuat seperti keranjang berisi 25 kepeng uang pada pucuknya, cawan berisi arang dibungkus dengan kain putih.
    • Bale pawedan | tempat Sulinggih mepuja, terbuat dari kayu dan atapnya dari alang-alang.
    • Sunari | dipancangkan di keempat sudut areal balai payadnyan.
    • Sanggar Tutuwan/Sanggar Surya/Sanggar Tawang |untuk mempersembahkan banten upasaksi kepada Surya
    • dll
***