Pepaga

Pepaga atau pandyusangan atau penusangan adalah tempat pemandian sawa sebagai simbul bumi dimana sebagai perlengkapan upacara pitra yadnya yang biasanya diletakkan dinataran / natah pekarangan rumah;
Diberi alas selembar tikar atau diisi sepucuk pandan berduri sebelum dipakai memandikan sawa secara umum.
Penggunaan pepaga baik di dalam upacara kematian maupun dalam teater Calonarang sebenarnya masih tetap dipakai dan berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat sebagaimana keterangan uun-halimah, dalam pepaga (Bali) disebutkan sebagai contoh perkembangan pepaga ini dapat dikemukakan misalnya di daerah-daerah tertentu khususnya di kota-kota. 
Pepaga tidak semata-mata dibuat dari bambu tetapi juga dibuat dari bahan kayu dengan hiasan yang beraneka ragam (memakai kertas emas, kertas minyak dan beberapa cat pewarna).
Dalam tata cara upacara nyiraman layon, pepaga juga dapat dibuat dg kawat mas, perak tembaga (tridatu). 
  • Diberi alas tikar dan pandan berduri sebelum dipakai. 
  • Pepaga (penusangan) dibuat dari tiying / bambu (kalau bisa bambu kuning), 
    • Bertiang empat tingginya 175 Cm, ujung atas dari tiang dipasangi leluwur. 
    • Sedangkan alasnya pepaga dibuat setinggi puser sang “yajamana” (pemilik upacara), dipasangi leluwur. 
    • Pojok timur laut dari tiang dipasang 11 uang kepeng sebagai simbul tingkatan alam sunia yg dituju. 
    • Panjang bambu dua jengkal lebih dari ukuran jenasah dengan lebar 80 Cm atau sesuai lebar jenasah. Galarnya menggunakan perhitungan “Ante” (cekur, pinggang, nyawan, galar, ante, guling) dengan Etika pemasangan: 
      • jika laki tengahnya menengadah lainnya tengkurep, 
      • wanita sebaliknya.
***