Dalam rangkaian upacara ngaben, biasanya ante ini terbuat dari bambu dengan panjang bambu dua jengkal lebih dari ukuran jenasah dengan lebar 80 Cm atau sesuai lebar jenasah.
- Jika laki tengahnya menengadah lainnya tengkurep,
- wanita sebaliknya.
"Api, panas, pembakaran, adalah cara sederhana untuk melepas sebuah ikatan.
Air dipanaskan akan melepaskan ikatan Oksigen dan Hidrogen.Semua pembakaran akan melepaskan kemelekatan."
Kemelekatan Jiwa dengan kenangan dalam keluarganya akan dilepas lewat upacara Mapepegat atau memutus, agar yang tersisa adalah keikhlasan melepas Sang Jiwa pulang."
"Anté atau rantai sebagai simbolik segala ikatan keduniawian, juga dilepas dengan Tiyuk Pangentas, pisau pemutus kemelekatan cinta pada dunia."
"Jika masih ada sisa ketidakikhlasan melepas bumi, diperciki pula Tirta Pangentas pada Sang Mati, agar Jiwanya ikhlas melanjutkan perjalanan pulang."
Dan alunan musik indah dan syahdu dari gambelan angklung, atau geriap baleganjur yang riang mengantar pulang, juga warna-warni keindahan Balé-baléan, melengkapi nyanyian kidung syahdu penghibur momentum kepulangan Jiwa. Bukankah itu kematian yang indah?"
Jasad yang telah lebur terbakar, akan memudahkan Sang Jiwa melupakan kenangan hidup bersama tubuhnya yang telah sirna.
Semua rangkaian ritual kepulangan itu adalah perayaan bagi pembebasan Jiwa dari penjara tubuhnya.
Bukankah ini pelajaran kemahardikaan yang mengagumkan?"
Tanpa kebebasan Jiwa setelah kematian, mereka akan terjebak kembali di alam manusia ini. Alam Nara-ika, atau alam nareka; alam neraka.
Dimensi alam penuh siksaan bagi Roh-Roh yang ingin tetap berperan di bumi, namun tidak lagi memiliki tubuh fisik. Gentayangan kemana-mana.
Demikianlah penjelasan tentang penggunaan simbolisasi ante pepaga sebegai kemelekatan yang harus diputus agar sang jiwa tenang pulang ke asalnya (mulih ke tanah wayah).
***