Tiuk

Tiuk adalah sebilah pisau dalam bahasa Balinya.
Dimana dalam sebuah Pupuh Pucung biasanya dilantunkan :
"... Tiuk puntul, bawang anggon sesikepan"
"Jika pikiranmu tidak cukup tajam, maka gunakanlah kerendahan hati dan welas asih sebagai perlindunganmu." 
(Demikian dalam BaliWisdom disebutkan artinya, sesuatu yang sederhana namun memiliki makna yang sangat luhur.)
Dalam penggunaan keseharian, sebilah pisau juga dikatakan seperti halnya :
  • Disebut dengan "blakas" yaitu sebuah golok yang biasanya digunakan untuk mebat.
  • Pemutik/Pengutik, yaitu sebuah pisau kecil yang berfungsi :
    • Pengrupak dengan kelancipan 45 derajat untuk menulis aksara Bali.
    • Pisau “sudha mala” atau pemutik untuk mekerik (lanang), pisau mejejahitan untuk istri. Pisau Sudha Mala (ujungnya tri sula) utk menetralisir kekuatan Sadripu dan Sapta Timira yang kelak mempengaruhi perbuatan (karmanya). 
      • Dari Tatwa: penyucian Dewa Kuku (SH Kenaka Manik) yang telah dikotori perilaku manusia (lontar Tutur Agastyaprana).
  • Dalam pribahasa sering dikatakan, ibaratnya pisau bermata dua, Luh Luwih & Luh Luu, yang artinya 
    • Dapat menjadi yang baik disebut Luh Luwih,
    • Dan juga dapat pula menjadi sampah masyarakat yang disebut Luh Luu.
Sebilah pisau yang bertuah pada jaman dahulu dibuat oleh seorang pande besi yang membuat segala macam peralatan sebagai sarana untuk menunjang kehidupan sehari-hari, sehingga lazimnya pada tumpek landep, segala yang terbuat dari besi biasanya diupacarai untuk memohon keselamatan kehadapan Sang Hyang Pasupati;
Karena dikatakan bahwa, guna sattwam akan berpengaruh kepada sifat baik manusia sementara guna tamas akan berpengaruh terhadap sikap buruk manusia.
Baik dan buruk hanya dibedakan oleh cara pandang nilai yang disebabkan oleh pelaksanaannya.
Seperti contoh, penggunaan pisau yang jika digunakan untuk memotong sayur akan bernilai baik, sementara jika digunakan untuk menyakiti mahluk hidup akan sebaliknya yakni akan menjadi bernilai buruk.
Diceritakan dalam epos mahabharata, ketika pertama Drona melempar cincin kepunyaannya, mengumpulkan beberapa mata pisau, dan merapalkan mantra Weda.
Kemudian ia melempar mata pisau ke dalam sumur seperti tombak. Mata pisau pertama menancap pada bola, dan mata pisau kedua menancap pada mata pisau pertama, dan begitu seterusnya, sehingga membentuk sebuah rantai. Perlahan-lahan Drona menarik bola tersebut dengan tali.
Dengan keahliannya yang membuat anak-anak sangat terkesima, Drona merapalkan mantra Weda sekali lagi dan menembakkan mata pisau itu ke dalam sumur. Pisau itu menancap pada bagian tengah cincin yang terapung kemudian ia menariknya ke atas sehingga cincin itu kembali lagi.
Karena terpesona, para bocah membawa Drona ke kota dan melaporkan kejadian tersebut kepada Bisma, kakek mereka.
Bisma segera sadar bahwa dia adalah Drona, dan keberaniannya yang memberi contoh, ia kemudian menawarkan agar Drona mau menjadi guru bagi para pangeran Kuru dan mengajari mereka seni peperangan.
***