Tombak adalah simbol ketajaman pikiran yang umumnya pada ujung atas berisi ayudha dewata sebagai ciri khas senjata para dewata.
Dalam lelontekan, Bandrang dan tombak dengan satranya "Angkara" ini berada dalam urutan kedua setelah tebu pada upacara pemelastian.
Tombak yang termasuk salah satu jenis pengawin juga biasanya digunakan dalam suatu upacara yadnya sebagaimana disebutkan dalam pembuatannya :
Agar disesuaikan dengan Lontar Naskah “Asta Kosali, Tutur Wiswakarma Dharma Laksana, Sarwwa Daging Wadah, dan Kosala-kosali Gumi Bhagawan Swakarma”.
Pada naskah - naskah tersebut tidak saja memuat tentang bagaimana membuat sikut ukuran yang benar dan ideal, juga diungkap tentang hari baik memulai pekerjaan, sarana/sesaji upacara yang dibutuhkan, jenis kayu yang digunakan, dan pengaruh/efek yang ditimbulkan bagi pembuat/undagi dan penghuni pemiliknya.
Naskah Tutur Wiswakarma Dharma Laksana milik I Wayan Arthadipa yang disalin ke huruf latin oleh Ida Idewa Gde Catra hanya menjelaskan tentang sikut patin tumbak (ukuran tiang tombak) yang terjemahan bebasnya disebutkan :
Kalau ukuran tangkai tombak, sampai besinya (tombak) panjangnya sesuaikan dengan yang menggunakannya.
- Dua depa, mahurip lima lengkat, dua guli, pembawaan raksasa, dibawa oleh orang tersebut.
- Dua depa, mahurip lima lengkat, tiga guli, namanya singa tiga, pembawaan mantri agung dan mantri, untuk kemenangan dharma.
- Dua depa, mahurip lima lengkat, seguli, bernama eka dwaja, boleh untuk raja.
- Dua depa empat lengkat, tujuh guli gajah, pembawaan brahmana.
- Dua depa dengan hurip alengkat dua guli digunakan untuk berburu, jagra satru namanya.
Demikian kewajiban untuk diketahui bagi orang yang ingin jaya melawan musuh, kalau tidak demikian membuat ukuran tombak seperti yang dimaksud, dia akan hancur, akibatnya sesat, tidak menemukan bahagia, tidak berguna, dan tidak gembira seterusnya, semua keturunan tidak mendapat kedamaian.
Selain ukuran yang telah disebutkan di atas, untuk mendapatkan bangunanan yang ideal dalam proporsi, bentuk, nyaman, dan praktis dalam penggunaan, para undagi/sangging di Bali mempunyai perhitungan dan berpedoman pada pekaad, kekuub, bangun sehingga karya/benda yang dihasilkan menjadi Nyepek /nguub, serasi, selaras, dan seimbang.
Demikian sekiranya tombak tersebut yang dijelaskan dalam kutipan artikel penelitian strategis nasional, pengawin sebagai sarana upacara agama hindu di Bali, dengan ukuran-ukuran dan pengurip-urip juga.
Selain itu disebutkan pula dewasa baik dalam membuat tombak dalam kalender bali disebutkan pada dewasa pemacekan sehingga dengan adanya tombak yang ujungnya berisikan sebuah keris, agar lebih memiliki ketajaman jnana dan memiliki hal-hal yang bersifat positif sesuai dengan konsep hidup yang berlandaskan keharmonisan Tri Hita Karana, tombak juga diupacarai pada saat tumpek landep sehingga keberadaan tombak tersebut lebih memiliki makna religius
***