Depa adalah sikut atau ukuran dengan menggunakan jarak bentangan tangan lurus
dari ujung jari tangan kiri ke ujung jari tangan kanan yang sesuai dengan beberapa lontar arsitektur bali :
- Lontar asta kosala kosali dalam arsitektur baik arsitektur pura maupun arsitektur rumah tradisional bali, yang juga disesuaikan dengan
- Lontar asta bumi yang sebagaimana disebutkan dalam pengertian padmasana dan aturan pembuatan padmasana secara detail dijelaskan bahwa jarak antar pelinggih yang satu dengan yang lain dapat menggunakan ukuran satu “depa”, kelipatan satu depa, “telung tapak nyirang”, atau kelipatan telung tapak nyirang.
Ukuruan “telung tampak nyirang” sendiri merupakan jarak dari susunan rapat tiga
tapak kaki kanan dan kiri (dua kanan dan satu kiri) ditambah satu tapak
kaki kiri dalam posisi melintang.
Baik depa maupun tapak yang digunakan diukur berdasarkan bentangan telapak tangan maupun tapak kaki dari orang yang dituakan dalam kelompok “penyungsung” pura.
Jarak antar pelinggih dapat juga menggunakan kombinasi dari depa
dan tapak, tergantung dari harmonisasi letak pelinggih dan luas halaman
yang tersedia.
Jarak antar pelinggih juga mencakup jarak dari tembok
batas ke pelinggih-pelinggih.
Ketentuan-ketentuan jarak itu juga tidak
selalu konsisten, misalnya jarak antar pelinggih menggunakan tapak,
sedangkan jarak ke “Piasan” dan pemedal pura menggunakan depa.
Ketentuan ini juga berlaku bagi bangunan dan pelinggih di Madya Mandala.
Dan juga beberapa sikut atau ukuran depa yang
lazim digunakan para undagi dalam
mencari ukuran panjang, lebar, dan
tinggi untuk membuat pengawin seperti yang disebutkan :
- Depa Agung
- Tapak ngandang
- Depa Alit
- Atebah
- Petang NyariAtelek/useran tujuh
- Tapak Batis
***