Nabe adalah tingkatan kedudukan dalam kesulinggihan yang bertindak sebagai seorang guru spiritual utama dalam proses pendidikan & pembelajaran khusus dalam tradisi aguron-guron kepada para sulinggih sehingga melahirkan sulinggih yang,
- Satyawadi; memberikan wejangan penuh tata krama,
- Apta; selalu berkata benar,
- Patirthaning-Rat; kehadirannya membawa kesejukan, dan
- Upadesa (memberikan pencerahan)
Dengan adanya pendidikan dan pembelajaran khusus ini, nantinya para sulinggih tersebut mampu mengapresiasikan empat unsur pokok ajaran agama Hindu kepada masyarakat :
- tattwa, ajaran ketuhanan yang diyakini kebenarannya.
- tata susila,
- acara agama, dan
- parisada. memiliki integritas
Seorang Nabe, juga disebutkan dalam kutipan artikel babad bali, pedoman pelaksanaan diksa adalah seseorang :
- Yang selalu dalam keadaan bersih dan sehat, baik lahir maupun batin.
- Mampu melepaskan diri dari ikatan keduniawian.
- Tenang dan bijaksana.
- Selalu berpedoman kepada kitab suci Weda, dan mampu membaca
- Teguh melaksanakan Dharma Sadhana (sering berbuat amal jasa dan kebajikan).
- Teguh melaksanakan tapa dan brata.
Dalam tradisi aguron-guron ada tiga Nabe pilihan yang utama seperti dikutip dari berita Bali Expres, yakni Nabe Napak, Nabe Waktra, dan Nabe Saksi yang memiliki fungsi berbeda-beda.
- Nabe Napak memiliki fungsi sebagai Napak ketika prosesi Diksa dan ketika dipandang sang calon siap secara jasmani dan rohani.
- Kemudian Nabe Waktra adalah guru yang bertugas mengajarkan sesana kawikon, stawa stuti, puja mantra, bebantenan, wariga, tattwa, patanganan, ngabajra, dan lainnya.
- Sedangkan Nabe Saksi bertugas menyaksikan ketika prosesi Diksa. Nabe Saksi juga bertugas mengawasi tindak tanduk sang calon, dan berhak ketiga Nabe membatalkan padiksan, jika dirasa calon Diksita belum cukup, baik dari segi kemampuan, kecakapan, dan terpenting adalah sesana kawikon.