Dan apabila setiap individu telah tertanam disiplin pribadi yang kokoh, dengan sendirinya apa yang menjadi tujuan seseorang dalam menempuh kehidupan rohani akan terwujud kesuciannya.
Seperti halnya sasana pinandita yang memiliki ciri khusus untuk melayani umat.
Adapun yang dimaksud dengan sasana yang menjadi kode etik yaitu segala aturan-aturan atau tata tertib yang berhubungan dengan ”Kawikon” (aturan-aturan kehidupan yang patut dilaksanakan).
Dalam Agama Hindu sasana atau kode etik yang mengikat ini mendapat tempat yang paling utama, karena didalamnya terermin nilai-nilai etika keagamaan, yang selalu dipatuhi. Bagi mereka yang mendalami hidup sebagai pinandita, harus menghayati seluruh aturan-aturan yang mengikat, baik itu melalui sikap prilaku, maupun kemampuan sikap spiritualitas seperti yang dimiliki sebagai Pinandita.
Dengan mengetahui sasana atau kode etik ini, seorang pinandita akan menghindari pelanggaran terhadap sasana atau aturan-aturan kepinanditaan.
Dalam kitab Silakrama ditekankan bahwa para pandita/pinandita hendaknya dapat menguasai dan melaksanakan ajaran Panca Yama dan Niyama Brata.Demikian dikatakan oleh Kakyang dalang dalam kutipan swadharma lan sesananing;
Beberapa kumpulan lontar sasana yang sebagaimana disebutkan yang wajib diketahui :
- Lontar Siwa Sasana sebagai acuan untuk lontar kesulinggihan di Bali.
- Rsi sasana, berisikan uraian tentang kewajiban siswa dan guru dalam aguron-guron.
- Vrati sasana, ajaran wrata yang ditekuni oleh seorang wrati.
- Dharma Sasana Balian, Semua rahasia dari orang yang sakit harus disimpan, tidak boleh disebarluaskan atau dibicarakan dengan orang lain.
- dll.
***