Karena melalui pernikahan, sebagimana disebutkan Stiti Dharma Online, wanita dalam pandangan hindu disebutkan,
Ada kesempatan reinkarnasi bagi roh-roh leluhur yang diperintahkan Hyang Widhi untuk menjelma kembali sebagai manusia.
Dalam tinjauan Dharma Sampati itu terkandung peranan masing-masing pihak yaitu suami dan istri yang menyatu dalam membina rumah tangga.
- Istri disebut sebagai pengamal “Dharma”
- Karena hal-hal yang dikerjakan seperti: mengandung, melahirkan, memelihara bayi, dan seterusnya mengajar dan mendidik anak-anak, mempersiapkan upacara-upacara Hindu di lingkungan rumah tangga, menyayangi suami, merawat mertua, dll.
- Suami disebut sebagai pengamal “Shakti”.
- Karena dengan kemampuan pikiran dan jasmani ia bekerja mencari nafkah untuk kehidupan rumah tangganya.
Kombinasi antara Dharma dan Shakti ini menumbuh kembangkan dinamika kehidupan. Oleh karena itu pula disebutkan :
- Istri disebut sebagai “Pradana” yang artinya pemelihara,
- dan suami disebut sebagai “Purusha”artinya penerus keturunan.
Bila perkawinan disebut sebagai Dharma, maka sesuai hukum alam (Rta): “rwa-bhineda” (dua yang berbeda), maka
- Perceraian adalah Adharma, karena dengan perceraian, timbul kesengsaraan bagi pihak-pihak yang bercerai yaitu suami, istri, anak-anak, dan mertua.
- Maka dalam Agama Hindu, perceraian sangat dihindari, karena termasuk perbuatan Adharma atau dosa.
Istri harus dijaga dengan baik, disenangkan hatinya, berhubungan dengan halus sesuai dengan hari-hari yang baik (ala ayuning dewasa) sebagaimana disebut dalam Manava Dharmasastra :
- Selalu puas dengan istrinya seorang, ia juga boleh dengan maksud menyenangkan hati istrinya mendekatinya untuk mengadakan hubungan badan pada hari-hari yang baik.
- Istri harus dihormati dan disayangi oleh mertua, ipar, saudara, suami dan anak-anak bila mereka menghendaki kesejahteraan dirinya.
- Di mana wanita dihormati, di sanalah para dewata merasa senang, tetapi di mana mereka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun yang akan berpahala.
***