Lebuh (“pemesu”; "pemesuan umah";“lawang”; “dwara”) adalah pintu / gerbang keluar masuknya suatu areal pekarangan yang dalam hal ini, rumah tidak bisa dilepaskan dengan konsep Tri Mandala maupun Tri Angga. Konsep itu menjabarkan bahwa hulu teben suatu wilayah atau pekarangan pada dasarnya bisa dibagi atas tiga bagian (Tri Hita Karana) yaitu :
- Utama Mandala (wilayah parahyangan) yang termasuk kawasan hulu (suci) dengan posisi dalam “pengider-ider” di arah utara (kaja) atau timur (kangin) atau timur laut (kaja kangin).
- Madya Mandala (wilayah pawongan)
- Nista Mandala (wilayah palemahan) yang termasuk kawasan teben (profane).
Berpijak pada uraian singkat ini, maka penempatan “lebuh” akan selalu diusahakan berada pada posisi Madya Mandala atau Nista Mandala, suatu wilayah atau kawasan yang memang bersifat profan (tidak suci).
Jika dipaksakan (mungkin karena situasi pekarangan) boleh-boleh saja asal tidak “ngungkulin parahyangan”.Demikian disebutkan, bolehkah lebuh di ujung gang ? sebagaimana yang dijelaskan :
- Letak lebuh di ujung gang yang di apit oleh pekarangan milik orang lain boleh saja tetapi untuk tidak menjadi berbentuk “tumbak rurung” sebaiknya dibuatkan “tembok tumbak rurung”, semacam tembok yang sejajar dengan pintu masuk tetapi agak kedalam.
- Terakhir tentang penggunaan “lebuh” lebih dari 1 KK, asal masih memiliki hubungan “sanggah bareng” boleh-boleh saja.
Dibuatnya sedahan tugu di lebuh depan rumah sebagaimana disebutkan pula berfungsi untuk linggih Ratu Anglurah Tangkeb Langit sebagai penglurah Ida Sang Hyang Wisesa agar menjaga pertiwi sebagai salah satu elemen dasar panca maha butha.
Sehingga sěgěhan saiban dalam
kehidupan sehari-hari di lebuh sebagai dihaturkan sebagai ungkapan terima kasih atau rasa syukur
masyarakat Hindu Bali kepada Ida Sang Hyang Widhi atas segala ciptaan-Nya yang telah banyak berjasa
dalam kehidupan ini serta persembahan kepada bhuta kala di lebuh agar tidak mengganggu kehidupan seisi rumah yang khususnya pada saat hari pengerupukan pada sanggah cucuk di sebelah kanan kori/pemedalan, munggah banten Daksina, Pras, Ajuman, Dandanan, ketipat kelanan, Sesayut penyeneng, janganan kajang panjang, pada sanggah cucuk digantung ketipat kelanan, sujang / cambeng berisi tuak, arak, brem dan air tawar.
Begitu pula disebutkan bahwa, dibuatnya penjor sebagai lambang ibu pertiwi di lebuh sebagai wujud rasa bakti dan rasa syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala kehidupan di alam ini dan juga seisi kehidupan rumah kita.
***