Hulu Teben

Hulu Teben adalah konsep penataan sebuah tempat secara vertikal dan horisontal yang dapat membawa tatanan kehidupan “skala” (nyata) dan “niskala” (tidak nyata),

Misalnya dalam aturan-aturan membangun sebuah pura yang dalam kutipan pengertian padmasana dan aturan pembuatanya secara detail, hulu teben disebutkan berasal dari dua kata yaitu hulu dan teben :
  • Hulu” artinya arah yang utama, sedangkan 
  • Teben” artinya hilir atau arah berlawanan dengan hulu
Adanya bagian yang sangat sakral disebut sebagai “utama mandala”, bagian yang kurang sakral disebut sebagai “madya mandala” dan bagian yang tidak sakral disebut sebagai “nista mandala”.

Hulu – Teben memakai dua acuan yaitu
  • Timur sebagai hulu dan Barat sebagai teben, atau 
  • Gunung sebagai hulu dan Laut sebagai teben. 
Timur sebagai hulu karena di timurlah matahari terbit. Matahari dalam pandangan Hindu merupakan sumber energi yang menghidupi semua mahluk, sedangkan Gunung sebagai hulu karena berfungsi sebagai pengikat awan yang turun menjadi hujan kemudian ditampung dalam humus hutan yang merupakan sumber mata air kehidupan karena tiada kehidupan tanpa air.

Ada dua patokan mengenai hulu, yaitu: Arah Timur, dan Arah “Kaja”. Mengenai arah Timur bisa diketahui dengan tepat dengan menggunakan kompas. Arah kaja adalah letak gunung atau bukit.
  • Jika memilih timur sebagai hulu agar benar-benar timur yang tepat, jangan melenceng ke timur laut atau tenggara. 
  • Jika memilih kaja sebagai hulu, selain melihat gunung atau bukit juga perhatikan kompas. Misalnya jika gunung berada di utara maka hulu agar benar-benar di arah utara sesuai kompas, jangan sampai melenceng ke arah timur laut atau barat laut, demikian seterusnya. 
  • Pemilihan arah hulu yang tepat sesuai dengan mata angin akan memudahkan membangun pelinggih-pelinggih dan memudahkan pelaksanaan upacara dan arah pemujaan.
***