Ketika marah, matanya menjadi melotot mengeluarkan api, mulutnya lebar menyeringai, giginya runcing dengan taring memanjang keluar, lidah menjulur keluar meneteskan air panas membara, rambutnya terurai berwarna kemerah-merahan, seluruh tubuhnya ditumbuhi bulu.
- Dalam kisah Salya Parwa diceritakan ;
Dengan menguasai Aji Candra Bhairawa, tubuh Salya pun dapat mengeluarkan raksasa yang langsung menyerang Arjuna.
- Dalam Kala Tattwa, perwujudan raksasa bertubuh besar, menyeramkan dan luar biasa hebatnya.
- Dan dalam Lontar Usada Bali yaitu Usada Kayuktian dan Bodha Kecapi menuturkan bahwa keberadaan raksasa dapat menimbulkan penyakit dasa mala yang dapat menjadikan manusia memiliki sifat dan pikiran yang kotor.
- Salah satu abdi Rahwana yaitu Raksasa Sukasarana konon bisa berubah wujud menjadi seekor kera, menyusup di antara pasukan wanara yang telah berkumpul di Gunung Swela.
Tersebutlah pada zaman dahulu, pada suatu hari di Swargaloka, anak Dewi Uma yang bernama Sang Hyang Kumara merengek rengek minta menyusu kepada ibunya padahal Dewi Uma sedang sibuk seperti halnya dikisahkan dalam salah satu petikan artikel Hindu Dharma di fb;
Karena marahnya, matanya menjadi melotot mengeluarkan api, mulutnya lebar menyeringai, giginya runcing dg taring memanjang keluar, lidah menjulur keluar meneteskan air panas membara, rambutnya terurai berwarna kemerah merahan, seluruh tubuhnya ditumbuhi bulu.
Dewi Uma sudah menjadi raksasa dan menjerit sejadi jadinya.
Tempat jatuhnya Dewi Durga telah terlebih dahulu dihuni oleh raksasa bernama sang kalika maya, seorang bhuta perempuan yg kebetulan badannya sama dengan Bhatari Durga dan akhirnya sering disebut Dwi Durga.
Sang kalika maya sebenarnya bidadari juga karena tidak setia dikutuk suaminya yaitu sang jati sarana.
Dengan adanya keadaan sulit ini, kedua durga ini pun menghadap Dewa Brahma sebagai dewa utpetti dan juga sebagai dewa penerima atma orang mati.
Setelah mendapat anugrah kesaktian dari Dewa Brahma yang tidak boleh dipergunakan sembarangan.
Sesampai di kuburan segera mereka ingin mencoba kesaktian tersebut.
Kesimpulannya semuanya berasal dari Tuhan, Ida Sanghyang Widhi dalam segala manifestasinya.
Karena jengkel dan marahnya selalu diganggu anaknya, maka Dewi Uma memukuli badan anaknya. Tidak sampai disitu saja, rambut dan kuku Kumara juga dicatuti.Tentu saja sang Kumara kesakitan menangis meraung raung dengan menahan sakit Kumara berlari menemui ayahnya yaitu Dewa Siva.
Mendengar penuturan anaknya yang babak belur setelah bertemu Dewi Uma tanpa bertanya dikutuknyalah istrinya agar menjadi raksasa, mahluk mistik yang amat mengerikan.
Dengan kesaktian Dewa Siva seketika kutukan terlaksana. Dewi Uma jatuh melayang layang diangkasa menuju bumi untuk tempat tinggalnya yg baru.
Pada saat melayang inilah Dewi Uma mengalami perubahan dari dewi yg termasyur kecantikannya diantara bidadari.
Karena marahnya, matanya menjadi melotot mengeluarkan api, mulutnya lebar menyeringai, giginya runcing dg taring memanjang keluar, lidah menjulur keluar meneteskan air panas membara, rambutnya terurai berwarna kemerah merahan, seluruh tubuhnya ditumbuhi bulu.
Dewi Uma sudah menjadi raksasa dan menjerit sejadi jadinya.
Dia menyesali perbuatannya dan memohon ampun kepada Dewa Siva.
Tetapi permohonannya tidak dihiraukan oleh Dewa Siva. Badannya terus melayang dan jatuh di kuburan dalam posisi kepala dibawah sehingga dikenal dengan bhatari sungsang atau Bhatari Durga.
Tempat jatuhnya Dewi Durga telah terlebih dahulu dihuni oleh raksasa bernama sang kalika maya, seorang bhuta perempuan yg kebetulan badannya sama dengan Bhatari Durga dan akhirnya sering disebut Dwi Durga.
Sang kalika maya sebenarnya bidadari juga karena tidak setia dikutuk suaminya yaitu sang jati sarana.
Kedua wanita bernasib malang ini cepat akrab dan hidup bersama dengan memakan mayat yang baru ditanam. Mereka berdua hidup di dunia dengan sedihnya.
Lama kelamaan hidup mereka bertambah sulit karena mayat makanan mereka langka dan hidup mereka terancam akibat banyaknya manusia hidup tentram dan damai, mengamalkan dharma, selalu memuja Tuhan, sehingga penyakit takut menyerang manusia dan orang berumur panjang.
Dengan adanya keadaan sulit ini, kedua durga ini pun menghadap Dewa Brahma sebagai dewa utpetti dan juga sebagai dewa penerima atma orang mati.
Kedua raksasa ini menangis dan mohon amat sangat supaya Dewa Brahma sudi membantu kesulitan keberlangsungan hidup mereka.
Dewa Brahma pun amat kasihan akan keadaan mereka dan mau menolong mereka dengan syarat kedua Durga ini harus tinggal di Pura Dalem dekat kuburan.
Kepada mereka diberi kesaktian untuk menguasai bhuta bhuti.
Setelah mendapat anugrah kesaktian dari Dewa Brahma yang tidak boleh dipergunakan sembarangan.
Karena mempunyai kemampuan serta tempat tinggal, maka mereka dijuluki Batari Durga Dewi ketika tinggal di Pura Dalem.
Bhatari Ragawati ketika berada di pura kayangan lainnya dan Bhuta Bherawi ketika berada di kuburan.
Sesampai di kuburan segera mereka ingin mencoba kesaktian tersebut.
Percobaan pertama dilakukan dengan cara menurunkan kelima saudara mereka yang masih di kayangan yaitu Dewi Savitri, Dewi Gayatri, Dewi Gangga cori, Dewi Saci, dan Dewi Gagar Mayang untuk ikut membantu membuat keonaran dan menjadikan orang sakit, lalu mati.
Seperti sebelumnya, kelimanya mengalami perubahan menjadi raksasa sehingga ada Sapta Durga.
Ke lima durga yaitu sri durga, dadri durga, raji durga, sukri durga dan dewi durga.
Mereka diberi tugas mengadakan penyakit yaitu dasa mala.
Kelima kekuatan durga ini sama dengan kekuatan unsur panca maha buta. Jika manusia lemah maka dengan kesaktian durga maka menjadi penyakit. Jika manusia mampu mengendalikan ke lima panca maha buta ini maka sehatlah dia.
Dengan serangan penuh dibantu bhuta bhuti maka timbullah wabah yg amat dahyat di bumi.
Para durga bersenang hati karena makanannya banyak berlimpah. Banyak sekali orang meninggal.
Sebaliknya para Dewa di khayangan sangat sedih akan keadaan ini.
Para durga bersenang hati karena makanannya banyak berlimpah. Banyak sekali orang meninggal.
Sebaliknya para Dewa di khayangan sangat sedih akan keadaan ini.
Jika dibiarkan terus para durga memakai kesaktian dari Dewa Brahma maka manusia bumi makin menyusut bahkan punah.
Atas inisiatif Dewa Siva diundanglah semua dewa kecuali Dewa Brahma untuk memecahkan masalah ini.
- Dewa Wisnu bertindak sebagai dewa usada yang mengutus Rsi Kasyapa untuk turun ke marcapada.
- Sebelum turun beliau dibekali pengetahuan usada dan dharma.
- Dan akhirnya manusia jarang sakit dan tentunya jarang yang mati.
Yang mana sejak Rsi Kasyapa turun, makanan mereka jadi langka. Akhirnya Dewa Brahma memberi saran ajaran yang telah diberikannya tidak boleh sembarangan dipakai. Ada aturan dan waktu yang tepat dalam menerapkan kekuatan itu. Tidak semua manusia kebal penyakit.
Singkat cerita keseimbangan terjadi.
Untuk lebih lengkap silahkan baca ring buku usadha bali.
Ketika manusia hidup tentram dan damai, mengamalkan ajaran dharma, selalu memuja Tuhan, sehingga penyakit takut menyerang manusia dan orang berumur panjang.
***