Banten panjang ilang

Banten panjang ilang adalah banten pengadang - adangan yang ditujukan kepada butha kala yang menghambat perjalanan sang atma ke alam baka yang biasanya dipergunakan dalam upacara ngaben,
  • karena ketika kematian terjadi, prakerti (badan kasar) terpisah dg atma (antahkarana sarira) tapi masih diikuti oleh suksma sarira 
  • sehingga banten panjang ilang ini disebutkan sangat diperlukan dalam upakara arepan sawa saat upacara Pangaskaran dilaksanakan yang dalam Yama Purwa Tatwa disebutkan secara filosofis panjang ilang ini sebagai lidahnya.
Kesucian proses pembuatan bebantennn panjang ilang ini dalam kajian pustaka, konsep, teori, dan model penelitian, pps.pps.unud.ac.id disebutkan, 
  • Sangat berpengaruh terhadap mereka yang diupacarai/ diaben dan
  • sangat penting dalam upacara ngaben walaupun tingkat kanista. 
Selain di Bali, disebutkan pula berkaitan dengan makna banten panjang ilang ini dalam upacara pitra yajña di Mataram pada hakikatnya disebutkan banten ini sebagai oleh-oleh dari sang atma kepada sang catur sanak untuk mempercepat proses perjalanan menemui orangtuanya.

Panjang ilang sebagai persembahan kepada Sang Suratma dengan kaki tangan beliau pada saat pembersihan atau pebaktian dan dipersembahkan pada saat pengiriman.
Selain itu sebagai media pembinaan moral dan budaya Hindu yang menekankan pada kesusilaan dan bersumber pada nilai budaya yang telah diwarisi secara turun-temurun yang masih berupa lontar atau dalam wujud panjang ilang ini.
Periapan dan bahan-bahan yang digunakan dalam Tetandingan Banten Panjang Ilang Rateng dalam hakikat dan pelaksanaan pitra yadnya berdasarkan pesamuhan Campuhan Ubud oleh Parisada Hindu Dharma, pelaksanaan tradisional tersebut diatas diarahkan menurut sastra agama Hindu. yaitu :
nasi 9 pulung, pisang, ubi, keladi, kacang komak, ketan, injin, gedang, bungkil pisang, lakar base genep, Gerang 2, taluh 2, wot bekatul, beras catur warna, salak, manggis, pakel, duren, wani, candung, ambengan, padang lepas, muncuk dapdap, muncuk tiying sami apesel, beluluk, woh-wohan ("Sarwa Pala Wija"; raka-raka), sedah ambungan, jambe pasihan, uyah, sera, barak, bayem luhur, bawang jahe, bulun merak, nyuh sami masibak, mabe urutan mepanggang, sesate 9 warni sami lebeng matah dados atamas, malih penek catur warna, mabe nyalean, udang, lele, yuyu, serandu, sami aceper, ring logan caru mewadah tabog, mebe kacang komak, sodaan seruntutan ipun.
***