Merak

Merak adalah simbol kewibawaan dan kemuliaan sebagaimana makna yang terlukiskan pada :
Ilmu pengetahuan itu sesungguhnya merupakan sesuatu yang amat menarik dan mengagumkan. 
Dalam cerita & tradisi Agama Hindu di Bali, kecantikan Sang Dewi dikatakan dalam makna dibalik Hari Raya Saraswati disebutkan adalah kecantikan yang penuh wibawa. 
Memang orang yang berilmu itu akan menimbulkan daya tarik yang luar biasa. 
Karena itu dalam Kakawin Niti Sastra ada disebutkan bahwa orang yang tanpa ilmu pengetahun, amat tidak menarik biarpun yang bersangkutan muda usia, sifatnya bagus dan keturunan bangsawan. 
Orang yang demikian ibarat bunga merah menyala tetapi tanpa bau harum sama sekali.
Sehingga pentingnya kekuatan kharisma pada diri seseorang dimana pemujaan pada pelinggih taksu di merajan dikatakan dapat menyebabkan pancaran kharisma & kewibawaan tersebut yang secara gaib dapat masuk kedalam diri seseorang dan mempengaruhi tri pramana orang tersebut.

Dalam ajaran Veda kuno sebagaimana yang terlukis pada motif hias nekara digambarkan bahwa :
  • Merak dipandang sebagai burung keabadian
  • Merak (Mayura) adalah vahana (kendaraan) dari dewa keremajaan abadi, yaitu Karttikeya atau Skanda (Liebert 1976: 178). 
Dalam beragam tradisi kuno yang sampai saat ini masih berkembang, Burung merak juga dihubungkan dengan :
  • Pemujaan kepada dewa matahari, karena burung itu senantiasa bernyanyi pada saat matahari terbit. 
  • Hiasan burung merak kerapkali juga terdapat di kursi singgasana para raja di Cina dan Persia, mungkin karena dipandang sebagai simbol keabadian dan kemuliaan (Hall 1995: 37).
  • Dalam tradisi zaman Veda, monarki dianggap sebagai sinar kemuliaan, kekuasaan, dan penjaga dunia. Menyematkan bulu burung (merak) pada topi orang-orang Eropa sebagai kewibawaan dan kemuliaan.
  • Dalam Upacara Ngekeb, diyakini luluran yang terbuat dari daun merak disebutkan agar nantinya calon pengantin dapat memberikan keturunan yang baik.
  • Banten panjang ilang yang dilengkapi dengan bulu merak disebutkan agar perjalanan sang atma ke alam baka tidak terhambat.
Dan Bulu merak pada mahkota Krishna disebutkan sebagai simbol kekuatan cinta romantis.
Diceritakan Suatu ketika, di bukit Govardhana, Krishna sedang bermain seruling (Hindi: murali). Melodi manis yang didendangkan membuat burung-burung merak menari dalam sukacita dan kegembiraan. 
Pada akhir tarian, kawanan merak menyebarkan bulu mereka, dan raja Merak dengan kerendahan hati mempersembahkan bulu yang terindah (sikhipincham). 
Kanha (nama lain Krishna) menerimanya dengan senang hati, kemudian bulu merak tersebut disematkan sebagai hiasan pada mahkota.
Mayura Pankha adalah bulu merak langka yang memiliki mata di kedua sisi, sebagai simbol kekuatan luar biasa, dan juga mengingatkannya pada cinta romantis bersama antara Krishna dan Radha (Radha-Krishna).
***