Kisah kehidupan Sri Krishna sewaktu kecil di Vrindavan dan sesudah menjadi raja dinasti Yadawa di Dwaraka.
Dahulu diceritakan, Para Gopi dan Gopal merupakan para penggembala di Brindavan merasa bahwa mereka adalah milik Sri Krishna,
Mereka tidak mempunyai kesenangan pribadi kecuali menyenangkan Sri Krishna.
Sedangkan bagi dinasti Yadawa, Sri Krishna adalah milik mereka, mereka memuaskan kesenangan mereka sendiri, yang penting dilindungi Sri Krishna.
- Para Gopi dan Gopal sudah dapat mengendalikan sifat hewani mereka,
- sedangkan dinasti Yadawa tidak dapat mengendalikan sifat hewani mereka.
Pada suatu ketika beberapa resi mengunjungi Kota Dwaraka untuk menemui Sri Krishna. Beberapa pemuda mendandani Samba, putra Sri Krishna dari istri Dewi Jembawati sebagai seorang wanita yang sedang hamil dan para resi diminta meramalkan jenis kelamin bayi yang akan lahir.
Merasa dipermalukan, salah seorang Resi mengutuk bahwa Samba akan melahirkan gada besi yang akan memusnahkan dinasti Yadawa.
Para pemuda Dwaraka takut karena setelah Samba melepaskan “tumpukan kain” pakaian hamilnya betul-betul ada sebuah gada besi di dalam tumpukan kain tersebut.
Atas perintah Ugrasena, senjata tersebut dihancurkan hingga menjadi debu lalu dibuang ke laut. Akan tetapi beberapa minggu kemudian, serbuk tersebut terbawa arus kembali kepantai.
Dan, dari serbuk tersebut tumbuh ribuan alang-alang besi semacam bilah-bilah logam yang tajam yang disebut eruka.
Beberapa bulan kemudian, kala para pria Dwaraka mengadakan pesta mabuk-mabukan di pantai, Setyaki dan Kertamarma saling mengolok tentang perang Bharatayuda. Setyaki dikatakan membunuh Burisrawa yang sedang bermeditasi memulihkan ketenangan setelah tangannya dipanah Arjuna, sedangkan Kertamarma dikatakan membantu Aswatama membunuh Drestayumna, Srikandi dan anak-anak Pandawa yang sedang tidur lelap.
Olok-olok tersebut berbuntut perkelahian. Dan, perkelahian tersebut merembet ke seluruh warga pria Dwarka. Mereka pada mengambil bilah-bilah logam di pantai sebagai senjata.
Saat menyaksikan kaumnya saling bunuh, Kresna menggenggam rumput eruka dan melemparkannya ke tengah percekcokan tersebut yang mengakibatkan ledakan hebat sehingga membunuh hampir seluruh kaum Yadawa yang ada di sana.
Baladewa datang ke tempat kejadian dan melihat semua dinasti Yadawa telah binasa dan ia pun segera pergi ke hutan. Sri Krishna kemudian berpesan kepada pelayannya agar melaporkan kejadian tersebut ke Pandawa di Hastina dan dia mengikuti Baladewa ke hutan.
Di tengah hutan,
Sri Krishna melihat Baladewa duduk dalam posisi yoga dan tak lama kemudian dari mulutnya keluar asap putih berbentuk Nagasesa yang menuju ke arah samudera. Baladewa telah mengakhiri hidupnya.
Sri Krisna kemudian pergi ke hutan tempat dimana Balarama menunggunya. Kresna menemukan kakaknya duduk di bawah pohon besar di tepi hutan; ia duduk seperti seorang yogi.
Kemudian ia melihat seekor ular besar keluar dari mulut kakaknya, yaitu naga berkepala seribu bernama Ananta, dan melayang menuju lautan yang di mana naga dan para Dewa datang berkumpul untuk bertemu dengannya.
Dalam Bhagawatapurana dikisahkan setelah Baladewa ambil bagian dalam pertempuran yang menyebabkan kehancuran Dinasti Yadu Setelah itu Ia duduk bermeditasi di bawah pohon dan meninggalkan dunia dengan mengeluarkan ular putih besar dari mulutnya, kemudian diangkut oleh ular tersebut, yaitu Sesa.
Setelah menyaksikan kepergian kakaknya, Kresna kemudian duduk disebuah batu dibawah pohon di Prabhasa Tirta, mengenang segala peristiwa Ia tahu bahwa sudah saatnya ia ‘kembali’.
Kemudian ia memulai menutup panca indrianya melakukan yoga dengan sikap Lalita Mudra. Bagian dibawah kakinya berwarna kemerah-merahan.
Saat itu ada seorang Vyadha (pemburu) bernama Jara, setelah seharian tidak mendapat buruan, melihat sesuatu berwarna kerah-merahan,
Ia pikir, ‘Ah, akhirnya kutemukan juga buruanku’,
Ia memanahnya dengan panah yang berasal dari sepotong besi yang berasal dari senjata mosala yang telah dihancurkan kemudian panah itu diberi racun. Ia memanah dan panah itu tepat mengenai benda kemerah-merahan itu.
Jara, sang Pemburu segera berlari ketempat itu untuk menangkap mangsanya dan dilihatnya Shri Krisna yang berjubah kuning sedang melakukan Yoga namun dengan tubuh kebiru-biruan akibat menyebarnya racun panah itu. Jara kemudian meminta ma'af atas kesalahannya itu.
Sri Kresna tersenyum dan berkata,
"Kesalahan-kesalahan sedemikian ini jamak dilakukan manusia. Seandainya aku adalah engkau tentu akupun melakukan kesalahan itu. Kamu tidak dengan sengaja melakukannya.
Jangan di pikir. Kamu tidak tahu sebelumnya aku berada di tempat ini. Kamu tidak dapat dihukum secara hukum maupun moral, Aku mengampunimu. Aku sudah menyelesaikan hidupku".
Demikianlah diceritakan, antara mitos atau fakta krisna dan Kerajaan Dwaraka, disebutkan Beliau meninggal dunia di usia 125 tahun, 7 Bulan, 6 hari, pada jam 14:27:30 tanggal 18 Februari 3102 SM, di tepi sungai Hiran, Prabahs Patan (Gujarat).
***