Paradaban Bangsa Semit

Bangsa Semit (Semitic) adalah nenek moyang bangsa Yahudi dan Arab yang pada zaman dahulu mereka berhasil memberikan pemahaman sebuah agama khususnya agama samawi atau pada zaman dahulu dikenal dengan agama semitik di timur tengah.

Diceritakan pada tahun 2300 sebelum Masehi, Bangsa Semit berhasil menaklukan Bangsa Sumeria dibawah seorang Raja bernama Sargon Agung.
Wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Sumeria dan Akkadia (Mesopotamia). Ibu kotanya Agade (Akkad). Raja yang kemudian. Ur-Nammu (2113-2096 SM), memerintah kerajaan yang besar. 
Pada zaman dahulu untuk menunjukkan kekuasaannya ia membangun Ziggurat dengan punden berundak yang sangat besar. 
Bangunan itu didirikan di atas bukit. 
Ada tiga tangga untuk naik ke puncaknya, masing-masing terdiri seratus anak tangga. Daerah Sumeria terpecah menjadi satuan-satuan kecil yang saling berperang. Menjelang tahun 2200 sebelum Masehi. Salah satu kota yang menjadi pusat kebudayaan adalah kota Babilon (Babil).

Secara umum, orang-orang Semit adalah mereka yang termasuk ke dalam bangsa Arab, Ibrani, Babilonia, Khaldea, Assyiria, Ethiopia, Saba, dan beberapa bangsa lain yang hidup di sekitar semenanjung Arab.
Banga-bangsa tersebut memakai bahasa yang keseluruhannya menggunakan huruf konsonan yang bentuk dasarnya terdiri dari tiga huruf.
Bangsa-bangsa tersebut terkenal sebagai bangsa yang unik, sebuah representasi dari kemampuan bertahan hidup dari berbagai kondisi dalam waktu lama, dan sebagai sebuah kelompok mata rantai dari sebuah perjalanan spiritualitas yang besar dan agung yang sudah dimulai sejak berlampau-lampau lalu, dan sekaligus mendirikan peradaban-peradaban serta kerajaan-kerajaan yang luar biasa yang meletakkan banyak dasar kecakapan hidup yang paling fundamental dalam hidup manusia. 
Tapi yang paling dikenang dari orang-orang ini tentu saja pemikiran spiritual mereka yang mengagumkan yang telah mengubah wajah dunia selama periode yang panjang bahkan sampai sekarangpun, kepercayaan dan agama yang dipilih oleh berjuta umat manusia adalah keturunan langsung dari apa yang dikenal sebagai spiritualitas semit.
Kehidupan orang-orang Semit kuno itu paling dapat dilihat pada kehidupan suku-suku Arab nomad yang sampai sekarang masih mendiami banyak tempat di kawasan-kawasan paling gersang di dunia. Orang-orang arab nomad ini adalah kaum yang terlahir sebagai seorang demokrat. 
Mereka adalah orang-orang yang terlahir dengan semangat individualis dan lebih lanjut menjadi semangan ksukuan yang fanatik dan chauvinistik. 
Kehidupan mereka sangat menjujung tinggi kewibawaan, kebijaksanaan, dan kesederhanaan
Sebagaimana dikenal umumnya, orang-orang ini memilih tinggal di gurun dengan tenda-tenda dari kulit unta, memakan makanan yang sederhana, dan berpakaian yang sederhana pula yang begitu pasif seperti sikap hidup mereka.

Segala macam upaya untuk membebaskan diri dari kehidupan gurun mereka anggap sebagai sesuatu yang dapat menurunkan derajat mereka serta sebagai wujud penghinaan terhadap yang Sakral itu sendiri. 
Sehingga, dengan kehidupan yang seperti itu, tidak heran banyak pemikiran spiritualitas besar yang terlahir dari bangsa Semit sebagaimana orang-orang Arab nomad tersebut. 
Meski begitu, orang-orang Semit tetap dapat terbuka dengan dunia luar. Sebagaimana banyak di antara suku-suku Arab nomad saat ini yang pindah ke kehidupan masyarakat kota sebagaimana terjadi di Arab Saudi, orang-orang Semit pada masa lalu juga menyerap banyak hal dari sekitar mereka. 
Sebut saja dalam sistem penulisan di Mesopotamia,
meski telah menguasai sebagian besar wilayah Mesopotamia, sistem penulisan yang mereka gunakan tetap saja mengikuti sistem penulisan yang digunakan oleh Bangsa Sumeria yang notabene-nya bukan termasuk rumpun Semit.
Meskipun pendiri awal peradaban di Mesopotamia adalah orang-orang Sumeria yang dianggap bukan merupakan bagian dari keluarga Semit. 
Namun roda pemerintahan selanjutnya dipegang oleh mereka yang termasuk cikal bakal bangsa semit yang merupakan keturunan orang –orang Sumeria tersebut. 
Dikisahkan bahwa setelah periode banjir besar, anak-anak Nabi Nuh AS yang selamat berpencar ke berbagai wilayah di sekitar tanah Mesopotamia itu dan melahirkan banyak bangsa, seperti misalnya orang-orang Amori – Semit -- yang lahir dari Kanaan yang merupakan keturunan Ham (ada yang menyebut Sam) bin Nuh. 
Maka, tidak mustahil bahwa pendangan spiritualitas orang-orang Semit periode awal banyak dipengaruhi oleh pandangan orang-orang Sumeria.
Tokoh besar spiritual lainya dari bangsa-bangsa Semit ini adalah apa yang dikenal sebagai leluhur bangsa Ibrani dan Arab-Ismailiyat (yang berbahasa Suryani dan lalu mengalami Arabisasi; arab Musta`ribah “pendatang”), yang hidup pada masa Babilonia, yang selanjutnya melahirkan tiga agama monoteis besar, Islam, Kristen, dan yang paling tua Yahudi, yaitu adalah Ibrahim AS. 
Dalam Al Quran sendiri, diceritakan tentang bagaimana proses seorang Ibrahim muda dalam merenungkan siapa sebenarnya Al Ilah itu. Gambaran tersebut menunjukkan betapa luar biasanya pemikiran dan konsep spiritualitas orang-orang Semit itu tanpa mengesampingkan konsep wahyu dan kerasulan itu sendiri.
Tidak berhenti sampai di situ saja, bangsa-bangsa penghuni Mesopotamia juga dikenal sebagai bangsa yang giat merepresentasikan kepercayaan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Mereka membangun banyak ziggurat yang luar biasa itu sebagai tempat peribadatan. 
***