Bali Mula

Bali Mula adalah sebutan untuk membedakan orang Bali Aga dengan orang-orang yang leluhurnya datang belakangan ke Bali yang umumnya berasal dari Jawa sebagaimana disebutkan dalam memahami Bali Mula dan Bali Aga, oleh Adi Sanjaya dijelaskan bahwa,

Orang - orang Bali Mula yang disebut Bali Aga ini yang awal mulanya berasal dari bangsa Austronesia datang ke Bali setelah fase peradaban manusia,
  • jenis Pitecanthropus Erectus yang ada di Batur dan 
  • jenis manusia Papua Melanesoid di Goa Selonding, Pecatu, Badung yang telah mendiami pulau Bali ini sebelumnya.
Kehidupan manusia masa Bali Mula ini semakin kompleks ketika memasuki jaman Megalitikum (jaman batu besar), seiring ditemukannya temuan-temuan seperti Sarkofagus, Kubur Batu, Dolmen, Punden Berundak, Menhir, dan lain-lain.  

Perbedaan yang menonjol orang Bali Mula yang sekarang disebut Bali Aga dengan orang Bali Kuno yang datang belakangan sebagaimana dijelaskan pula tampak sekali pada upacara ngaben / kematiannya. 
  • Orang Bali Mula melaksanakan upacara kematiannya dengan cara mendem sawa / menanam, yang disebut dengan beya tanem. 
Sastra-sastra lontar menyebutkan karena mereka menganut sekte Waisnawa dan Bayu. 
  • Tradisi sekte Waisnawa dengan beya tanem sedangkan
  • Sekte Waisnawa di India justru paling konsisten melaksanakan beya bakar, namun
  • Sekte Bayu tidak jelas keberadaannya. 
Tafsir lain muncul agar abu sawa (mayat) yang dibakar tidak mencemari kahyangan yang ada di gunung. Sistem beya tanem sampai sekarang masih dilaksanakan oleh orang-orang Bali Mula. 

Ada suatu ciri lagi dari kelompok Bali Mula ini, wadah mayat tidak dihias dengan bahan seperti kertas, parasbean, kapas, dll., melainkan dengan bahan-bahan lokal seperti ambu, padang-padang, dll. 

Mereka semua dikelompokkan warga bali Mula dan para ketua kelompok kemudian disebut Pasek Bali. 

Pada masa ini muncul berbagai sistem budaya baru yang diciptakan oleh manusia, seperti sistem mata pencaharian, teknologi, kepercayaan, bahasa, seni, pengetahuan, dan organisasi sosial.
Sistem organisasi sosial oleh masyarakat pada masa ini diaktualisasikan lewat persekutuan masyarakat orang-orang keturunan Austronesia yang disebut thani atau Banua (Wanua), dipimpin secara kolektif oleh 16 Jro yang disebut Sahing 16. 

Pemerintahan sejenis ini oleh para ahli disebut sebagai Republik Desa. Persekutuan kepemimpinan tersebut sampai sekarang masih tetap dipertahankan di desa-desa Bali Aga, terutama dalam bidang adat. 

Persekutuan hukum orang-orang Austronesia telah merata di seluruh wilayah di Bali. Persekutuan hukum inilah yang diperkirakan menjadi cikal bakal desa-desa adat di Bali.
Manusia pendukung kebudayaan tersebut diatas itulah yang menjadi leluhur sebagian orang Bali, yang sudah tentu dalam fase berikutnya akan membaur lagi dengan orang-orang yang baru datang dari luar Bali. 
Jadi leluhur orang Bali Mula yang berasal dari etnis Bangsa Austronesia tersebut dengan kepercayaan mereka yang menyembah leluhur mereka dengan sebutan Hyang yang dalam purana-purana masih berlangsung sampai abad ke-4 Masehi.
Melihat keadaan pulau Bali yang demikian itu, maka muncul niat dari seorang Rsi Maharkandya untuk memajukan Bali dalam berbagai sektor kehidupan dan spiritual.
Begitu pula :

  • Dalam tradisi seni budaya perang atau (yudha) masyarakat Bali Mula ini secara turun temurun dilakoni oleh masyarakat khususnya di daerah Karangasem Bali yang mencerminkan sikap heroik yang tetap dilaksanakan sampai saat ini.
  • Orang Bali-Aga sebagai suku Bali, pada umumnya disebutkan mediami desa-desa di daerah pegunungan seperti Sembiran, Cempaga, Sidatapa, Pedawa, Tigawasa, di kabupaten Buleleng dan di daerah kabupaten Karangasam.
***