Prabu Parikesit adalah merupakan raja yang terakhir dari Astinapura.
Atau cucu dari Raja Pandawa yang mencapai moksa dengan melakukan bhakti kepada
Tuhan secara srawanam;
- Mendengarkan dengan cara seksama Ikang Tinutur Pineh Ayu saat menjelang kematian;
- Sebagaimana yang disebutkan dengan nawa wida bhakti - srawanam Prabu Parikesit dalam sesuluh hidup diceritakan,
- Dalam ceritra mahabrata Prabu Parikesit diceritrakan berburu ke hutan,
- akhirnya memasuki pertapaan Rsi Samiti,
- namun di dalam Kerajaan Astinapura, ada suatu etika, bila sang raja datang berkunjung layaknya disambut dengan istimewa, setiap orang menyambutnya, menghormati serta appreciate atas kunjungan sang raja.
Disisi lain disebuah pertapaan pada saat itu, Rsi Samiti sedang
mejalankan Tri Brata,
Karena dalam kondisi Tribrata inilah
beliau akhirnya tidak menyambut kedatangan sang Raja dengan sebagaimana
mestinya.
- Prabu Parikesit sangat tersinggung atas keadaan ini, sehingga kemarahannya ditumpahkan kepada seekor ular yang sedang lewat disana, ular itupun dipukulnya sampai mati,
- yang akhirnya bangkai ular itu dikalungkan oleh Prabu parikesit dilehar Sang Rsi Samiti yang sedang melakukan Tribrata.
- Kemudian sang Rsi ditinggalkan begitu saja dalam tri brata dengan leher dikalungi bangkai ular.
Diceritakan Sang Rsi Samiti memiliki seorang putra yang bernama Srenggi / Çrunggī - (masih
tergolong kanak kanak karena usianya baru 8 tahun ),
- Namun Srenggi mempunyai suatu bakat yang luar biasa dalam ketekunannya melaksanakan Gayatri mantram,
- dalam usianya yang ke lima Srenggi sudah mampu melaksanakan japa mala Gyatri mantram sampai ribuan kali lebih lebih lagi, diluar Desanya sendiri.
Ketika Srenggi kembali dari taman pesraman mengambil bunga yang tadinya
dipersiapkan untuk sembahyang,
- alangkah kagetnya mereka ketika melihat dan menyaksikan kondisi Ayahandanya sang Rsi dengan posisi meditasi dengan bangkai ular yang melilit dilehernya.
- Srenggi berusaha untuk mencari tau siapa pelaku dari perbuatan amoral seperti itu,
- maka dapatlah srenggi jawaban pelakunya adalah seorang Raja (Prabu Parikesit sebagai pelaku tunggal)
- Srenggipun segera mengejar Prabu parikesit dan sekaligus melontarkan kutukan atas perlakuannya terhadap Ayahndanya sang Rsi. ”Dalam kurun waktu 7 hari Prabu Parikesit akan mati dengan cara yang menyedihkan digigit ular”.
Rsi Samiti mendengarkan kesemuanya itu, dan beliau mengetahui kemampuan
putranya sang Srenggi, karena kesidhiannya, mengingat sejak kecil
Srenggi sangat rajin dan tulus melakukan Japa Mala
- Kutukan tinggal kutukan tak boleh ditarik dengan apapun,
- akhirnya dalam kurun waktu yang ditentukan 7 Hari pasti akan terjadi kejadian yang sangat mengenaskan Prabu Parikesit sudah pasti akan menderita atas kutuknnya itu.
Tinggal satu satunya yang dilakukan Sang Rsi sekarang adalah masuk ke istana kerajaan dan menyampaikan masalah ini,
- Sehingga dibuatkanlah sebuh podium dan dijaga ketat sehingga tidak ada lagi jalan ular bisa menghampiri Prabu parikesit.
- Dalam tujuh hari itulah dipergunakan bertobat oleh Sang Prabu Parikesit, selama 7 hari untuk Srawanam, yaitu mendengarkan dengan cara seksama Ikang Tinutur Pineh Ayu dari sang Rsi Samiti.
Persis hari yang ke 7 Jiwa sang Prabu Parikesit meninggalkan raga (
alias Moksa ) dan akhirnya datanglah sang pelayan menyuguhkan hidangan
makan buat sang Prabu Parikesit, meskipun makanan itu di sortir secara
sempurna oleh koki istana,
- namun Ular tersebut bersembunyi dibalik kuping manggis,
- ketika sang Prabu mau makan manggis keluarlah ular (atau "Naga Taksaka"; Adi parwa) tersebut dengan serta merta mematuk sang Prabu yang sebenanrnya sudah dalam keadaan Sunia.
Berakhirlah Prabu Parikesit yang merupakan akhir
dari bagian kejayaan Wangsa Bratha – di Astinapura.
***