Dimana disebutkan dalam sebuah pura;
Apabila bedogol itu di tempatkan di depan gedong, candi bentar, paduraksa sebagai dwarapala (penjaga pintu), maka bedogol itu kemungkinan berfungsi magis juga berfungsi dekoratif.
Dalam seni arsitektur percandian klasik Indonesia, dwarapala lazimnya diwujudkan sebagai sosok sepasang raksasa dengan tubuh tinggi besar, berotot, berambut ikal tebal, bermata bulat besar melotot, dan bermulut terbuka dengan gigi taring yang besar dan tajam.
Di beberapa negara Asia, sosok penjaga pintu kuil umumnya diwujudkan sebagai dua raksasa laki-laki dalam wujud beragam sesuai kuil yang “dijaganya”.
Para penjaga gerbang tersebut memiliki sebutan yang berbeda-beda, seperti Dvarapala (India), Erwang (Tiongkok), Niō (Jepang), dan Yak (Thailand).
Di Pulau Bali, sosok penjaga gerbang pura (kori agung) dirupakan sebagai sepasang patung/arca dalam berbagai wujud, nama, dan latar belakang filosofi yang berkembang di setiap daerahnya dari masa ke masa.
Dalam sebuah kajian arsitektur berkaitan dengan keberadaan dwarapala di Bali disebutkan ada beberapa jenis dwarapala sebagaimana disebutkan :
- Pasangan Nandiswara & Mahakala sebagai penjaga tempat suci
- Nandiswara yaitu dengan ekspresinya yang seram namun senyumnya tetap menyiratkan keramahan.
- Mahakala dibuat berupa patung bedogol (raksasa) sebagai penjaga apit lawang yang berfungsi untuk menjaga para bhuta kala tersebut agar tidak mengganggu manusia dan upacara yadnya dan piodalan yang sedang dilangsungkan di pura.
- Pasangan punakawan seperti pasangan Merdah-Tualen.
- Pasangan Pan Brayut-Men Brayut.
- Pasangan kakak-adik, seperti pasangan Subali-Sugriwa.
- Dll.
***