Kosmologi adalah bagian dari wariga yang merupakan ilmu pengetahuan tentang alam semesta
(Donder:2007:1). Dalam hinduisme, sumber utama kosmologi Hindu adalah Rig Veda 10.129 yang berisi lagu tentang penciptaan yang disebut dengan
nâsadâsìya (Bowker:1997).
Lagu tentang penciptaan itu berisi kisah
sebelum ada apa-apa, Tuhan muncul dengan sendirinya kemudian menciptakan
dunia ini. Kosmologi ini serupa dengan kosmologi yang terlihat pada
pemaparan tentang mitologi wawaran. Berdasarkan Lontar Medangkumulan dan
Lontar Bagawan Garga (Namayudha:1993:36) disebutkan,
pada awalnya sebelum ada apapun ("luang"; Eka Wara), sinar suci melayang-layang.
Sinar suci ini disebut
sebagai guru sejati yang disebut Sang Hyang Licin. Beliau memiliki wujud
sangat gaib dan suci. Beliau memiliki wujud bermacam-macam di dunia
ini, seperti Sang Hyang Tuduh.
Semua itu adalah beliau yang suci, yang ada pertama kali tanpa ayah dan ibu.
Sang Hyang Licin bertapa melahirkan positif dan negatif. Wujud
keduanya adalah tunggal, yaitu Sang Hyang Kala yang berwujud dua yaitu
Sang Hyang Rahu dan Sang Hyang Ketu.
- Sang Hyang Rahu menciptakan para kala dan
- Sang Hyang Ketu menciptakan para dewa dan wawaran.
Hana ta dewa anglayang, guru tunggal, ingaranan sang hyang licin,
suksma nirmala, endah stananya maring sunya, pantaranya rumawak tuduh,
ya ta sang hyang licin, rumaga rama tan sahayebu, mayoga sang hyang
licin, hana bagawan bhregu, mayoga bhagawan bhregu hana rwa mimitan,
nga, rahayu mimitan, kala mimitan, rupanya kadi tunggal, nga, dewa kala,
rahu mawak ketu lwirnya: sang hyang rahu angadakna, kala kabeh, sang
hyang ketu ika hamijil kna dewa kabeh, mwang wawaran.
Mitologi kelahiran wewaran ini mengajarkan sesuatu tentang proses
penciptaan. Sang Hyang Licin merupakan Tuhan yang ada dengan sendirinya
yang dalam weda disebut dengan Swayambu. Sang Hyang Licin bertapa,
mengkonsentrasikan diriNya sehingga lahirlah Bhagawan Bhregu yang
menjadi ayah dari para rahu dan ketu.
- Rahu adalah ayah dari para kala, dan
- ketu adalah ayah dari para dewa.
Pada fase berikutnya Lontar Bhagawan Garga (Namayudha:1993:39)
menceritakan tentang peperangan antara para kala dan dewa ini.
Pertarungan ini menghasilkan urip (kekuatan) dari setiap wawaran.
Kekuatan ini menimbulkan berbagai ketidakseimbangan, sehingga terus berperang. Peperangan inilah yang menjadi hari baik dan buruk. Untuk memenangkan kebaikan maka para dewa beryoga menciptakan kondisi yang baik di dunia ini. Dengan demikian, saat-saat dewa beryoga merupakan saat yang stabil, yang bisa digunakan untuk melaksanakan hal-hal tertentu.
Mitologi itu memberikan gambaran kosmologi bahwa semesta tercipta
melalui proses pertarungan positif dan negatif (proton dan elektron).
Tuhan kemudian beryoga untuk menciptakan kestabilan sehingga terlahirlah
kehidupan yang di dalam dirinya juga mengandung positif dan negatif
sehingga perlu melakukan yoga untuk menstabilkan dirinya.
Dengan demikian, secara makrokosmos dewa-dewa beryoga dan secara mikrokosmos manusiapun harus beryoga untuk menstabilkan dirinya. Kosmologi ini mengajarkan manusia memiliki terminal (tempat pemberhentian) untuk mencapai tujuan akhir. Pemberhentian ini tidak mungkin berada dalam gerakkan bumi atau matahari yang terus berputar. Pemberhentian ini hanya ada pada esensi pikiran yang dalam kosmologi disebut sebagai Sang Hyang Licin.
Kosmologi ini juga mengajarkan bahwa keteraturan semesta tersebut
merupakan proses yoga, yaitu hubungan dengan Tuhan (pusat). Apabila yoga
para dewa goyah maka akan timbul ketidakteraturan. Karena itu, proses
keselamatan alam semesta ini terletak pada yoga. Yoga itu juga merupakan
pertemuan.
Konsep inilah yang mengajarkan umat Hindu di Bali untuk
mencari pertemuan-pertemuan tertentu dalam menentukan pedewasaan, misalnya
pertemuan sukra umanis nuju purnama disebut dengan purnasuka yaitu hari
baik untuk melakukan segala pekerjaan (Ananda Kusuma:1979:30).
***