Maharaja Bali adalah seorang raja yang bijaksana dan berjiwa besar yang dahulu diceritakan dipercaya sebagai penguasa untuk mengelola ketiga dunia Tri Loka.
Dan Beliau tiada lain disebutkan dalam Narayana Smrti merupakan putra dari Raja Prahlada yang juga sangat berbhakti
Sebagai seorang penyembah-murni Tuhan, Maharaja Bali dahulu diceritakan juga rela menyerahkan kekuasaannya di tiga dunia kepada Dewa Wisnu dan kemudian akhirnya Beliau menyerahkan kekuasaan pengelolaan terhadap surga kepada Dewa Indra.
Tersebutlah dahulu, sesuai dengan perilaku ayahandanya dalam kisah penundukan nenek moyang dwipantara disebutkan bahwa :
- Maharaja Bali suka berderma (memberi sedekah) kepada para brahmana dan orang-orang tidak mampu, beliau juga mendirikan Kahyangan-kahyangan (Candi/Pura sebutan saat ini) sebagai tempat persembahyangan bagi rakyatnya.
- Pusat kerajaan Maharaja Bali ada disekitar Gunung Udaya. Dan menurut catatan dari India Kuno yang ditemukan,
- Gunung Udaya dikatakan sebagai tempat matahari terbit.
- Gunung Udaya tidak lain adalah nama lain dari Gunung Tohlangkir,
- sekarang disebut Gunung Agung.
Dengan kebijaksanaan dan begitu terayominya rakyat Maharaja Bali menimbulkan irihati dari Dewa Indra, karena kebajikan Maharaja Bali,
- mungkin saja singgasana swargaloka (sorga) juga akan beralih kepada Maharaja Bali,
- karena nama dan perbuatan Maharaja Bali begitu termasyur di kalangan para Dewa, manusia dan Danawa.
Dewa Indra mengajukan persoalan ini kepada Bhatara Wisnu, dan meneliti dasar kecurigaan Dewa Indra yang dikatakan bahwa kebajikan yang dilakukan Maharaja Bali adalah sekedar daya upaya untuk merendahkan jasa Dewa Indra.
Atas permintaan Dewa Indra dan Ibundanya (Aditi) maka kemudian Bhatara Wisnu menjelma menjadi awatara sebagai anak dari Aditi yang bernama Wamana yang kemudian menjadi Brahmana Kerdil (kerdil menurut ukuran zaman itu, dijaman para raksasa, ini merupakan cikal bakal manusia cerdas yang tidak lagi tinggi besar -pen).
Wamana pergi ke istana kerajaan untuk menguji Maharaja Bali. Brahmana Wamana ini diterima dengan baik hati oleh Maharaja Bali,
Beliau mengatakan maksud kedatangannya sebagai Brahmana miskin, beliau meminta perkenan Maharaja Bali untuk mendirikan sebuah pondok kecil di atas tanah milik Maharaja Bali, dengan ukuran sepanjang tiga langkah kaki sang brahmana kerdil.
Maharaja Bali menjawab permintaan itu :
“Oooh… Brahmana!, mengapa tuan meminta hanya tiga langkah kaki dari seorang Maharaja dermawan seperti saya ini, permintaan itu akan memalukan.”
Brahmana kerdil itu menjawab :
“Orang yang merasa tidak puas dengan tanah yang berukuran tiga langkah kaki, akan tidak puas pula walaupun diberi pulau-pulau, kepuasan baginya akan tidak pernah ada, bila pada dirinya masih ada cinta artha, kekayaan dan kesenangan. Tanah yang sekian itu telah cukup bagi saya.”
Permintaan itu terpaksa disetujui oleh Maharaja Bali dengan bersumpah memakai air sungai Mandara di tangannya.
Kemudian Brahmana kerdil itu berubah menjadi Triwikrama, Dewa yang luar biasa besarnya, tanah milik Maharaja Bali pun mulai diukurnya,
- Kakinya yang pertama diinjakkan di atas Gunung Udaya (Gunung Agung),
- kedua di atas Gunung Mahameru (Gunung Semeru/Swargaloka).
- Dan yang terakhir tidak menemukan lahan lagi,
- Maharaja Bali tidak mampu berbuat apa-apa,
- kecuali menyerahkan kekuasaannya di tiga dunia kepada Wisnu.
Maka Wamana meletakkan langkahnya yang ketiga di kepala Bali sekaligus memberikannya keabadian atas kemurahan hatinya.
Dengan demikian, pengelolaan ketiga dunia menjadi milik Wisnu. Lalu Wisnu menyerahkan kekuasaan terhadap surga kepada Indra. Sementara itu, Bali dan para pengikutnya tidak memiliki tempat tinggal lagi sejak Wamana mengambil alih wilayah kekuasaan mereka.
Karena sikap Bali yang dermawan, Wisnu mengizinkannya tinggal di Negeri Patala dan menganugerahkan umur yang panjang kepadanya. Wisnu juga mengubah namanya dari Bali menjadi Mahabali, sebab ia berjiwa besar.
***