Upacara Ngenteg linggih adalah upacara yadnya atau karya yang ditujukan untuk mengukuhkan kembali kedudukan atau linggih Niyasa tempat suci sebagai pemujaan Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa, baik berupa padmasana, sanggah pemerajan ataupun pura setelah selesai dibangun.
Upacara ini berisikan runtutan ritual dari tanah ditemukan, mohon ijin penggunaaan lahan, mecaru, melaspas.... hingga mendem pedagingan atau melinggihkan Ida Bethara dan nyineb.
- Untuk pura yang baru dibangun seyogyanya melakukan upacara ini.
- Sedangkan untuk Pura yang sudah cukup tua Tidak ada paksaan untuk melakukan upacara ngenteg linggih, namun jangan lupa Pura yang sudah berdiri 10 tahunan tentunya telah mengalami berbagai perubahan, mungkin ada renovasi, ada penambahan pelinggih dll.
Maka tidak disalahkan juga mengadakan upacara tersebut. Pertimbangan lain yaitu seiring dengan waktu banyak pula penglisir anda yang sampun mewali ke dunia dewa, dan melinggih ring kemulan maka dengan perimbangan ini beberapa keluarga Hindu Bali melakukan upacara ngenteg linggih kembali.
Dan juga untuk pura yang belum Ngenteg Linggih sudah dilakukan pujawali, sebaiknya dilakukan upacara Ngenteg Linggih minimal dilakukan 30 tahun sekali, sebagaimana disebutkan dalam sumber kutipan dari komentar forum diskusi jaringan hindu nusantara.
Sebagai tambahan pula, juga dijelaskan
- Pada puncak upacara ngenteg linggih ini, diperlukan tetandingan banten untuk sapta petala seperti : bebangkit selem, catur miwah sorohannyane guling bawi, sate jerimpen atungguh dll.
- Mekebat Daun bertujuan untuk membuka dan memperluas tujuan dari pada pelaksanaan upacara.
- Pelaksanaan Karya Agung Mamungkah dan Ngenteg Linggih dalam usaha untuk memupuk kesadaran yang lebih tinggi dan mulia dalam hidup bermasyarakat
***