Kajeng Kliwon

Kajeng Kliwon adalah peringatan hari turunnya para bhuta untuk mencari orang yang tidak melaksanakan dharma agama dan pada hari ini pula para bhuta muncul menilai manusia yang melaksanakan dharma.

Rerainan Kajeng kliwon diperingati setiap 15 hari sekali yang pada saat itu kita menghaturkan segehan manca warna sebagaimana yang disebutkan dalam mitologi kajeng kliwon.

Dalam mitologi tersebut juga dijelaskan maksud dan tujuan menghaturkan segehan manca warna ini yang merupakan perwujudan bhakti dan sradha kita kepada Hyang Siwa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) yang telah mengembalikan (Somya) Sang Tiga Bhucari.

Berarti dengan segehan tersebut, kita telah mengembalikan keseimbangan alam niskala dari alam bhuta menjadi alam dewa (penuh sinar), sedangkan
  • Sekalanya kita selalu berbuat Tri Kaya Parisudha, dan 
  • Niskalanya menyomyakan bhuta menjadi dewa
dengan harapan dunia ini menjadi seimbang. 

Sebagaimana dijelaskan pula bahwa, saat malam kajeng kliwon sering dianggap sebagai malam sangkep leak yang pada umumnya sebagaimana disebutkan, pada malam kajeng kliwon ini roh-roh jahat maupun para shakta aji pangliyakan akan berkumpul mengadakan puja bakti bersama untuk memuja Shiva, Durga dan Bhairawi. Hal ini biasanya dilaksanakan di Pura Dalem, Pura Prajapati atau di Kuburan.

Sehingga pada saat kajeng kliwon, dalam babad bali disebutkan agar dapat melaksanakan upacara yadnya yang hampir sama dengan upacara Keliwon biasanya, hanya saja segehan-segehannya bertambah dengan nasi-nasi kepel lima warna, yaitu: 
  • merah, 
  • putih, 
  • hitam, 
  • kuning, 
  • brumbun 
Tetabuhannya adalah tuak / arak berem. Di bagian atas, di ambang pintu gerbang (lebuh) harus dihaturkan,
Semuanya itu dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Durgha Dewi. Di bawah / di tanah dihaturkan segehan, dipersembahkan kepada Sang Tiga Bhucari :
  1. Sang Butha Bucari, 
  2. Sang Kala Bucari, dan 
  3. Sang Durgha Bucari.
Sehingga adanya peringatan dan upacara yadnya pada hari kajeng kliwon ini, dengan harapan bahwa baik secara sekala maupun niskala dunia ataupun alam semesta ini tetap menjadi seimbang.
***