Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 adalah wabah gerubug virus yang melanda dunia,
Berawal di akhir tahun 2019.
Protokol kesehatan pandemi mengharuskan kita memakai masker, tujuannya jelas yaitu untuk melindungi diri kita dan orang lain dari penyebaran virus Covid-19. 
Perlu ada filter yang berfungsi menyaring perpindahan udara yang dapat melindungi badan kita dari masuknya virus.
Namun sesungguhnya gerubug tersebut dikatakan bukanlah musibah dan bencana besar bagi umat manusia,
melainkan kekuatan besar untuk dapat mengembalikan manusia ke jalur yang tepat.
Seperti dikutip dalam berita-berita nasional.
Berdasarkan teologi Hindu seperti diberitakan Republika.com, terjadinya pandemi Covid-19 merupakan hukum alam
Sama dengan musibah gunung meletus, bencana gempa bumi, tsunami, dan peristiwa alam lainnya. Siklus alam bekerja, planet berputar, ada siang ada malam, dan sebagainya.

Itulah disebut RTA sebagai hukum alam yang bersifat abadi dalam hubungan manusia dengan alam semesta ini. 
Mengganggu atau merusak eksistensi asasi alam, berarti merusak bumi berserta isinya, merusak ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Terkait Tri Hita Karana, Upaya Menjaga Semesta dari Pandemi dalam Kompasiana disebutkan bahwa belakangan ini, banyak kerusakan alam ka rena rakusnya sebagian manusia menyebabkan siklus alami asasi terganggu. 
Misalnya, hutan semakin banyak yang gundul. 
Ini menyebabkan ketidakseimbangan alam yang menimbulkan rusaknya siklus alam yang asasi.
Perubahan siklus alam itu menyebabkan berbagai bencana di belahan bumi ini, termasuk pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia.

Bumi tengah diliputi pandemi. Korona berhasil meruntuhkan nyaris segala lini kehidupan.
Aktivitas sosial mendadak terhenti.
Orang-orang pun berlomba-lomba kembali pada alam.
Selain memburu bahan-bahan obat tradisional, pola hidup sehat dan teratur kini kian digalakkan.
Sebut saja tradisi mencuci tangan dan kaki sebelum masuk rumah.
Jauh berabad lampau, kearifan lokal telah mengajarkan tata cara membersihkan diri. 
  • Patirthan (kolam suci) misalnya yang ditempatkan di depan candi atau bangunan suci. 
  • Kemudian padasan yang banyak ditemui di depan rumah masyarakat Jawa dan Betawi.
Padasan biasanya berwujud gentong besar yang terbuat dari tanah liat atau keramik.
Air yang mengalir (banyu mili) diyakini sebagai media terbaik yang disediakan alam untuk bersuci. 
Tak mengherankan jika generasi terdahulu lebih senang menempatkan sumur di halaman depan ketimbang halaman belakang.

Sejatinya, kesadaran untuk kembali hidup selaras dengan alam mengingatkan kita pada filosofi Tri Hita Karana sebagai konsep masyarakat Hindu dalam hal hubungan harmonis yang wajib dijaga umat manusia.
***