Seperti halnya dalam pelaksanaaan kewajiban pitra rna, disebutkan bahwa leluhur akan menitis dengan melakukan samsara (reinkarnasi) kembali untuk memperbaharui kesalahan atau dosanya pada kehidupan yang terdahulu.Yadnya yang dilaksanakan dapat bersifat jasmani dan rohani seperti halnya manusa yadnya sehingga mereka disebutkan nantinya nantinya betul - betul dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
Dan sebagai renungan,
Jika Leluhur Telah Menitis, Siapa di Kemulan?
Jika leluhur katanya berstana di ‘kemulan’ lalu siapa yang menitis kembali? Dan jika leluhur memang sudah menitis kembali, apakah di kemulan itu kosong?”
Sebuah contoh ambilah bungkus korek api, kita pegang dengan tangan kanan, lalu bilang, “kalau bungkus korek api ini ada di tangan kanan, maka dia tidak ada di tangan kiri, betul?”
Lalu saya pindahkan bungkus korek api ke tangan kiri, “nah jika dia ada di tangan kiri, berarti dia tidak lagi ada di tangan kanan, kan?”
“Kamu bingung tentang siapa yang berstana di kemulan dan siapa yang menitis karena kamu memandang leluhur sama dengan bungkus korek api, sama dengan ‘jelema matah’ yang masih berwujud fisik (materi), padahal beliau sudah berwujud energi.
“Beda dengan bungkus korek api ini tidak bisa ada di Tangan kanan dan kiri secara bersamaan, beda dengan manusia fisik yang tidak bisa ada di dua tempat secara bersamaan…
Karena fisik (materi; benda) masih terikat oleh ruang dan waktu…tidak demikian halnya dengan leluhur yang sudah berwujud energi.
Energi tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu, sehingga beliau bisa menitis kapan pun dan bisa berstana di kemulan.”
Nah demikian halnya dengan leluhur yang bisa ada dimana-mana karena beliau berwujud energi seperti juga pikiran.
Jika memang leluhur ada dimana-mana karena sudah berwujud energi, kenapa perlu dibuatkan kemulan yang notabene hanya ada di satu tempat?
Simpelnya,
karena keberadaan Beliau mengikuti idep atau niat/ pemikiran, maka Beliau “ada” saat kita memikirkan/ mengingatnya saja.
Namun saat Beliau tidak diingat lagi, maka beliau pun “tidak ada” (ingat, ada tanda kutipnya!).
Untuk memahami hal ini sebagaimana dikutip dari keterangan gazzesbali dalam salah satu artikel Hindu di fb (ref);
Bayangkan salah seorang sahabat lama anda yang sudah lama tidak bertemu, namun anda masih menyimpan fotonya di salah satu pojokan ruang tamu anda sehingga kapan pun anda lewat ruang tamu dan melihat foto tersebut, maka anda akan ingat dan tetap merasa dekat dengan sahabat anda itu.
Tapi jika tidak ada pengingat seperti foto tersebut, maka tentu kedekatan meluntur dan ingatan tentang dia pun lama-lama menguap.
Dalam satu titik, sanggah kemulan atau pelinggih-pelinggih leluhur terkait fungsinya hampir serupa seperti foto pengingat tersebut, hanya saja ada beberapa tambahan, yaitu;
Sebuah tempat pemujaan leluhur tidak hanya ditujukan untuk “satu orang” namun untuk leluhur dari bergenerasi-generasi.
Ibarat server, di dalamnya ada data dari leluhur lebih dari 7 turunan–yang bisa jadi salah satunya justru adalah anda di kelahiran sebelumnya, jika memakai sistem keyakinan di Bali bahwa yang menitis biasanya adalah salah satu leluhurnya.
Sebagai sebuah server atau “gudang data” maka pelinggih leluhur membuat kita senantiasa terhubung dengan data-data tersebut, senantiasa membuat kita terhubung dengan “akar” keberadaan kita.
Lalu, apa perlunya kita terhubung dengan leluhur?
Begini, anda menjalani kehidupan anda sekarang berdasarkan “data” yang anda miliki sebelumnya tentang berbagai hal–mulai dari pengalaman semasa kecil, pengalaman kuliah, pengalaman kerja, pengalaman bersama sang mantan yang masih belum terlupakan, dst–berbagai data dan pengalaman tersebut membantu anda merumuskan apa yang akan anda lakukan hari ini dan bagaimana anda akan melakukannya, secara lebih baik dan lebih bijak karena lebih banyaknya pengalaman.
Para pakar percaya,
Kalau dalam pikiran bawah sadar (subconscious mind) anda, tersimpan memori berlimpah dari awal anda menjadi manusia sampai detik ini, dan semua memori ini lah yang menjadikan anda seperti sekarang ini.
Lalu, masih ada data dan memori yang bukan hanya semenjak anda pertama terlahir, namun bahkan semenjak manusia pertama kali diadakan di dunia ini, semenjak semesta pertama kali tercipta, dan semua memori tersebut tersimpan dalam ranah pikiran yang disebut Superconscious Mind yang bersifat non-local.
Tentu, topik ini masih menjadi perdebatan serius di kalangan ilmuan mulai dari Psikologi sampai Fisika, dan perdebatan serius itu sekaligus membuktikan kalau keberadaan ranah pikiran yang sifatnya universal ini tidak bisa begitu saja diabaikan.
Namun, untuk menjalani kehidupan ini sebagaimana anda di kelahiran sekarang, anda tidak memerlukan semua data tersebut, anda tidak perlu semua data di server bernama Superconscious Mind itu, yang anda perlukan hanya satu “folder” yang di dalamnya berisi data yang akan membantu perjalanan jiwa anda, dan folder tersebut salah satunya bisa diakses di pelinggih para leluhur, karena tentu ada alasan kenapa jiwa anda memilih lahir dalam garis keturunan tertentu, bukan yang lain… alasan yang hanya jiwa anda yang tau, dan pengetahuan jiwa itu salah satunya bisa diakses di ‘medan energi’ leluhur yang berkumpul di pelinggih dimana beliau di ingat.
(Jika anda rajin membaca kasus-kasus tentang Pasti Life Regression atau setidaknya membaca buku-buku Brian Weiss, anda tentu tau banyak kejadian dalam kehidupan ini–termasuk trauma–ternyata berkaitan langsung dengan data dari kelahiran sebelumnya).
Secara fisika pun dijelaskan, energi senantiasa mengandung informasi, dan jika di pelinggih kemulan, pelinggih Bhatara Kawitan dst yang berkaitan dengan leluhur beliau diniatkan bersemayam di sana, maka energi beliau masih ada di sana, dan informasi perjalanan, pengalaman dan kebijakan kehidupan Beliau masih ada di sana.
Terlebih bukan hanya niatan anda sendiri namun niatan dari seluruh pratisentananya selama bergenerasi-gerasi selalu terjaga dan terfokus pada satu tempat itu, sehingga bisa anda bayangkan betapa kuatnya pancaran energi Beliau di sana.
Inilah alasannya kenapa meski Beliau ada di mana-mana, namun memuja Beliau di satu tempat (yang disepakati) tetap perlu, entah di kemulan atau Pura terkait.
***