- Tungleh, urip :7
- Ariang, urip : 6
- Urukung, urip : 5
- Paniron, urip : 8
- Was, urip : 9
- Maulu, urip : 3
Sad rasa dominan berada pada zat-zat Bumi, dan setelah dikonsumsi terkumpul di dalam tubuh, menjadi penyebab timbulnya rasa (baca : rase), hingga mampu mengecap unsur-unsur daripada sad rasa tersebut.
Lebih dari itu, tidak hanya rasa yang dikecap lidah saja, tetapi juga oleh hati nurani yang mampu membilah rasa terhadap sifat baik atau buruk. Selain itu, tubuh ini juga dapat merasakan hawa panas, dingin, atau hangat.
Jadi, Sad rasa berperan sebagai pemicu dari keinginan untuk merasakan yang nikmat, indah, serta rasa asin, pahit, manis, sepet, masam, dan garing. Karena bersumber dari Bumi, maka disebut juga Sad Bhuta, Sad Amretha. Dan, Sad Amretha akhirnya menjadi Sajnya, yakni kehendak dari perasaan yang terdalam.
Jelasnya, Amretha Bumi bisa menjadi candu yang memicu orang-orang untuk menikmati rasa enak. Jadi, Sad wara dikatakan sebagai pengaruh Bumi kepada manusia, sebab bergantung pada makanan dan air yang bersumber dari Alam. Sisi buruknya, menyebabkan kecanduan atau terikat oleh nikmatnya daripada rasa.
Berikut, pengenalan watak kelahiran karena pengaruh Tri wara dan Sad wara. Jika terlahir pada :
- Pasah Tungleh, didominasi pengaruh Bulan. Artinya, laksana Bulan yang terkesan sejuk, padahal sebenarnya panas.
Sebab, Bulanlah yang sejatinya mengadakan api di alam ini. Terlahir pada Pasah Tungleh lebih kuat fungsi otak kanannya, bersifat Intuitif, maksudnya irasionalnya lebih dominan, hingga sering dianggap aneh (suka nyeleneh) bila ditinjau dari sudut pandang logika.Selain itu, bila marah hatinya akan membara, serta sulit dilupakan (pendendam).
- Pasah Paniron, identik dengan sinar Matahari yang disangga oleh udara. Maksudnya, laku-nya yang berkeinginan besar, suka memberikan penerangan pada sahabatnya – laksana Matahari, serta mudah mencapai kesadaran yang terdalam. Sisi negatifnya, tidak pandang bulu atau pilih kasih, laksana matahari yang tetap bersinar merata, tidak membedakan tempat kering mau pun basah. Artinyanya, bisa positif di tempat basah yang memerlukan panas, namun tidak akan berguna di tempat yang kekurangan air.
Secara psikis kurang bijaksana, walaupun secara sadar ingin menyamakan keadaan yang bernilai baik dan benar, namun kebenaran bumi tidak akan sama dengan kebenaran Bhuwana. Lain daripada itu, wataknya suka tidak peduli, serta tidak mau membantu orang malas atau pun orang bersalah, sekalipun mereka itu adalah keluarga dekatnya, seperti anak mau pun istrinya.
- Kajeng Maulu, power-nya ada pada Bhuh Loka – di rongga perut, sehingga penyakitnya berada di daerah perut. Ucapan dan pandangan matanya tajam, karena dipengaruhi unsur-unsur Ekadasa Taya Bumi. Amarahnya bersifat insidentil, bagaikan ledakan gunung, namun mudah kembali menjadi penyabar. Kesabarannya sering karena keadaan terpaksa, atau karena kehabisan akal.
- Kajeng Aryang, power-nya ada pada rongga dada – Bwah loka. Artinya, power-nya lebih halus daripada Kajeng Maulu. Lebih suka mengalah terlebih dahulu, atau menghindari kekerasan bila tidak dalam keadaan terpaksa. Negatifnya, sering makan hati – mudah menyesali, dan mudah patah hati. Bicaranya lebih lunak dari Kajeng Maulu, tetapi bersifat semu (kamuflase), padahal keras hatinya tetap ada.
- Kajeng Umanis Maulu, dan kedudukan Shrigati ring sor ; wataknya tegas dan suka disiplin, kemampuannya mudah membiak, suka menularkan pengetahuan pada orang lain asalkan tidak terganggu kenyamanannya, sebab mudah tersinggung. umumnya sensitifitasnya tinggi, mudah tersinggung, dan amarahnya meledak-ledak. Itulah watak kelahiran wara Mahulu, dan mereka yang terlahir pada dina yang memiliki urip 13, seperti : Saniscara Wage Maulu, Soma Pahing Maulu, Sukra Pwon Maulu, Wraspati Umanis Maulu. Selain itu, jika tersinggung cenderung menutup diri – dibawa ke dalam perasaannya, atau menghindar dari masalah, dan tidak suka bertengkar.
- Jika Shrigati Turun nemu urip 14, disebut Laku Bulan. Maksudnya, sering terjadi konflik di dalam dirinya, sebab sebagian ingin ada kedamaian dan sebagian lagi ada amarah yang membara.
- Ibarat api dalam sekam. Akan berbahaya bila diprovokasi lagi, bisa menjadi gelap pikiran. Itulah negatifnya.
- Selain itu, terlihat seperti kurang ramah, padahal sebenarnya pemalu (kumbi, malas bertegur sapa). Pengaruh umanis sesungguhnya mampu mengendalikan diri, namun sering didahului oleh rasa malas untuk mengulang pendekatan kepada orang lain yang tidak cocok, sebab power-nya masih ada pada Bhawana (berat hati).
- Kajeng Umanis Wrukung, dengan kedudukan Shrigati munggah ; kemampuannya lebih cepat tersadar ketika disinggung oleh orang lain. Negatifnya, mudah putus asa karena kurang fleksibel, tetapi ramah dengan lingkungannya. Watak kerasnya hanya di depan umum saja, dan pada akhirnya akan menjadi damai, karena sama-sama mencari solusi yang saling menguntungkan. Sebab, kecerdasannya ada pada kejiwaannya. Watak negatif lainnya, agak kaku dengan pendapatnya sendiri, tidak suka mengalah, mudah patah semangat karena kebenarannya tidak diterima sahabatnya. Dalam keadaan demikian maka alternatif ada dua, yakni menjadi damai atau pasrah.
- Kajeng Paing Maulu, dengan kedudukan Asuajag Turun ; tampangnya menakutkan karena punya karisma kelahiran, bicaranya tegas dan lugas, tidak suka basa-basi, serta lebih mengarah pada hal-hal yang serius – sangat membedakan bahasa kelakar dengan yang serius. Amarahnya muncul secara spontan, dan tidak main-main. Istilah Asuajag, simbolis untuk menggantikan sifat-sifat makhluk yang bermoncong – sebangsa kucing, artinya memiliki sifat keras. Namun bila mendapat arahan yang baik, maka pengaruh kelahirannya bisa menjadi perkasa bagaikan Harimau yang sedang memburu mangsanya. Artinya, sangat fokus pada sasaran yang dibidiknya. Selain itu, semangat serta siap mengerahkan jiwa raganya.
- Kajeng Pahing Wrukung, dengan kedudukan Asuajag Munggah. Laku-nya banyak basa-basi, suka berdebat dalam arti positif. Lebih banyak seriusnya, namun suka berkelakar walaupun dengan bahasa sejelek apapun tidak menjadikannya masalah. Mempunyai sifat terbuka, dan berwatak pemberani di segala bidang. Negatifnya, lebih mementingkan diri sendiri, pelit (kikir), kurang sosial pada orang-orang rendahan.
- Kajeng Maulu Wage, dengan Sang Empas berada ring sor. Laku-nya laksana Empas, maksudnya cara hidupnya tertutup, pendiam, kurang bisa berkelakar. Bahkan, bahasa kelakar seringkali ditanggapi secara serius. Tidak bisa menerima ejekan, sebab akan menjadi marah, sehingga tingkah lakunya lebih banyak menutup diri. Sangat keberatan bila aktifitasnya disebarluaskan.
- Kajeng Wrukung Wage, kedudukan Sang Empas munggah. Orang-orang kelahiran wara ini tidak bisa menerima ejekan atau cemoohan yang menyebabkan dirinya merasa sangat kesal. Namun, kalau yang bersifat gurauan (kelakar) malah menjadi senang, karena merasa terhibur. Orangnya tidak mau diremehkan.
- Kajeng Maulu Kliwon, kedudukan Sang Kutila turun. Sang Kutila, laksana Ular. Pengaruh dari kelahiran Sang Kutila turun antara lain, ucapan dan sorot matanya sangat tajam. Ketika marah, menjadi pedas ditelinga orang yang mendengarnya. Tutur katanya diplomatis atau pintar bicara, cenderung berbahasa politis. Walaupun bahasanya politis, namun tidak senang berbohong, dan tetap setia pada ucapannya.
- Kajeng Kliwon Wrukung, dengan Sang Kutila berada ring luwur. Tabiatnya, berani berbohong demi kepentingan sendiri, diistilahkan liep-liep lipi gadang. Artinya, sekali waktu akan mematuk juga sasarannya, baik itu orang lain mau pun teman dekatnya sendiri. Perilakunya licik, dan sorot matanya mematikan.
- Sad Bhuta, dan
- Sad Amretha.
Dari Sad Amretha inilah menjadi awal terjadinya sifat-sifat Pandita, sebab Amretha dalam konteks ini konotasinya santapan, seperti :
- Santapan daripada mata ; seperti, memandang tingkah laku yang baik dan benar. Mata juga menikmati ketampanan orang lain. Dari Sad Amretha, ada tiga yang menikmati, dan tiga lagi yang dinikmati.
- Telinga (karna) menyantap ucapan yang manis dan lembut, juga menikmati nada-nada irama yang merdu, serta suara yang pedas dan keras.
- Pikiran akan menikmati program yang menciptakan kesejahtraan. Di sisi lain, pikiran juga menikmati keindahan seperti halnya tari-tarian.
Sebab, bila rasa (kenikmatan) tersebut telah melewati ambang batas akan berdampak serta mengarah ke Sad ripu.
Dalam konteks wariga, Tri wara dan Catur wara bagaikan laku daripada fisik, di mana cairan tubuh dan energi merupakan sumber tenaga penggerak bagi kehidupan. Dan terutama untuk Sad Amretha dengan olahan ilmu pengetahuan (Parawidya) menjadi Uriping Pandita, di mana dalam konteks psikologi terkait dengan Sapta wara selanjutnya.
Demikianlah hal-hal disebutkan dengan sad wara ini yang dapat mempengaruhi watak kelahiran manusia.
***