Sumpah

Sumpah adalah susunan kalimat suci yang diucapkan sebagai sebuah pernyataan kesaksian / upasaksi kehadapan Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa yang bertujuan untuk menyatakan kebenaran perbuatan seseorang baik yang telah lalu maupun yang akan datang. 

Dan apabila dilanggar akan mendapatkan ganjaran berupa penderitaan selama hidupnya. 

Seperti halnya pada kisah jaman dahulu, 
karena sebuah sumpah, Dewa Brata akhirnya berganti nama menjadi Bhisma sebagai penyebab dari pecahnya keluarga bharata.

 Namun apabila dapat dilaksanakan dengan baik akan mendapatkan kebahagiian dalam hidup ini.

Dalam teks slokantara dengan tegas disebutkan bahwa :

Hendaknya orang suci harus tidak berdusta dalam sumpah maupun kata-katanya.
Dan itulah yang harus dilaksanakan.

Di Bali beberapa ucapan sumpah ini biasanya dilakukan pada saat upacara seperti halnya :

  • Upacara Sudi Wadani sebagai suatu pernyataan yang disucikan yaitu dengan mengucapkan Satyam Eva Jayate dan dapat melaksanakan ajaran agama Hindu secara benar.
  • Dalam upacara pawiwahan dll.

Dalam mengambil sumpah, adapun alat-alat yang diperlukan dalam sebuah artikel sumpah perkara semangat Hindu disebutkan seperti :
  • Air Suci (tirtha) melalui mantra weda.
  • Dupa sebagai perantara antara yang menghubungkan antara pemuja dengan yang dipuja.
  • Bunga / Canang Sari untuk memohon kehadapan Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa yaitu memohon kekuatan Widya (Pengetahuan).
  • Api (Pasepan) untuk menyambut kedatangan para dewata agar menerangi pemujaan yang kita lakukan.
Petugas yang Menyumpah
  • Seorang sulinggih seperti : Pedanda, Pinandita, Pemuka Agama
  • Berpakaian Resmi/Keagamaan
  • Sikap tangan Mustikarana, diletakkan di depan hulu hati, memegang dupa (menghadap Air Suci, Canang Sari dengan mengucapkan mantra)
Mantram :
Om atah Parama Wisesa, Om indah ta kamung Hyang Hari candani, Agastya Maharesi, kita prasidha rumaksa ring rahina wengi, anodyani wang angupa saksi.
Mon tan tuhu ulahnya, kapastu denira kadi we umili sang sara tinemunya
Mon bener ulahnya, kna sadya mwang rahayu.
Om siddhir astu tat astu, astu

Artinya :
Sang Hyang Widhi WaÒĞa yang Maha Besar dan Maha Kuasa, Sang Hyang Hari Candani (Prabhawa). Sang Hyang Widhi WaÒĞa sebagai saksi perbuatan mahluk serta Maha Resi Agastya yang merupakan pengemban mahluk pada waktu siang dan malam, serta menjadi saksi dari mereka yang melakukan sumpah.

Kalau tidak benar segala perbuatannya agar ia (mereka) mengalami penderitaan yang datangnya tidak putus-putus seperti air mengalir.

Tetapi jika benar segala perbuatannya semoga ia (mereka) dikaruniai kebahagiaan serta berhasil dalam segala karyanya.

Setelah selesai mengucapkan Mantram ini, dupa lalu diletakkan di atas Canang Sari sambil menunggu yang di sumpah mengucapkan sumpahnya.

Yang disumpah
  • Berpakaian Resmi/Keagamaan
  • Berdiri menghadap Air Suci/Canang Sari ke arah Matahari terbit
  • Di waktu mengucapkan sumpah, tangan memegang dupa yang telah dinyalakan, sikap sesuai dengan Penyumpah
  • Sikap tangan dan letak Dupa sama dengan sikap Panganjali yaitu diangkat sampai di dada. Sumpah dibacakan oleh Penyumpah, diikuti oleh yang disumpah.
Mantram
Hatur hulun ri Paduka Hyang Widdhi, ndah yan tan tuhu ulah ingulun moga hulun kena saupaddwaning upasaksi, kapastu denira Sang Hyang Hari Candani, Kunang yan tuhu bener pwa ulah inghulun moga umanggih sadya mwang rahayu.
Artinya :
Sembah sujud hamba kehadapan Mu Hyang Widhi seandainya tidak benar segala perbuatan hamba, agar hamba dikenai oleh ganjaran dari sumpah persaksian disalahkan oleh Hyang Widhi dalam manifestasiMu sebagai Hyang Hari Candani. Tetapi jika seandainya hamba selalu berbuat di jalan kebenaran semoga hamba dilimpahi kebahagiaan dan berhasil dalam segala karya hamba.

***