Planet

Planet berasal dari pecahan matahari;
Dimana pada zaman dahulu perputaran planet - planet pada porosnya yang disebut sebagai benda-benda brahmanda dalam Hindu Dharma dalam mitologinya dikisahkan pada awalnya pecahan-pecahan tersebut terbang melayang-layang di awang-awang mengitari matahari.
Dalam Wariga dikatakan :
Hari rabu (Budha Wara) adalah hari suci untuk Planet Budha (Mercuri) yang dihubungkan dengan Brhaspati (Yupiter yang berasal dari Tara (Bintang).
Seperti dalam pandangan aliran Surya-Sidhanta dalam astronomi Hindu (ref) menyebutkan terdapat tujuh planet, yakni planet Aditya, Soma, Budha, Sukra, Angaraka, Brihaspati, dan Saniscara. 

Jika dikaitkan dengan nama planet-planet modern, akan tampak. 
  • Planet Matahari dikenal dengan nama Aditya. 
  • Planet Bulan dikenal dengan nama Soma. 
  • Planet Merkurius dikenal dengan nama Budha. 
  • Planet Venus dikenal dengan nama Sukra. 
  • Planet Mars dikenal dengan nama Angaraka. 
  • Planet Jupiter dikenal dengan nama Brihaspati. 
  • Planet Saturnus dikenal dengan nama Saniscara. 
Planet Neptunus dan Uranus atau pun Pluto tidak disebutkan dalam pandangan aliran Surya Sidhanta, Aliran ini menyebut adanya planet Rahu dan Ketu. 

Dan sejatinya dalam kosmologi Hindu disebutkan bahwa pada mulanya wujud keduanya adalah tunggal, yaitu Sang Hyang Kala yang berwujud dua yaitu Sang Hyang Rahu dan Sang Hyang Ketu.
Sang Hyang Rahu menciptakan para kala dan
Sang Hyang Ketu menciptakan para dewa dan wawaran.
Selain itu sebagai tambahan, menurut para ahli ilmu bumi dikatakan dalam salah satu pengantar Agama Hindu disebutkan bahwa :
Matahari sebagai simbul kekuasaan Ida Sang Hyang Widhi.
    • Keseimbangan dan perputaran Bumi (Cakrawala) diatur sedemikian rupa oleh Sanghyang Widhi dengan swabawa Nya yang disebut dengan Sang Hyang Eka Bumi sebagai pengatur keserasian planet-planet tersebut.
    • Dan kekuatan matahari menyebabkan bumi sebagai bagian planet kita ini menjadi berputar, angin bertiup dan air mengalir.
Dengan sinar matahari semua makhluk bisa hidup di bumi ini, namun jika matahari tidak ada maka bumipun akan mati.

Pengamatan dari posisi planet, matahari, bulan dan bintang menimbulkan pemaknaan tersendiri dimana dalam Jyotisha Hindu Kuno disebutkan akhirnya menjadi Ilmu Astrologi yang di Bali dikenal dengan Ilmu Wariga secara umum.

Patokan yang digunakan di Bali adalah perhitungan Surya Chandra Pramana atau yang akrab di telinga sebagai solar dan lunar system yang sampai sekatang tetap dipakai di kalender khas Bali.
Penggunaan itu salah satunya pada saat menentukan jatuhnya Hari Raya Nyepi, yakni menentukan sasih kasanga melalui perhitungan Surya Pramana (jatuh setiap sasih yang sama) dan menentukan jatuhnya tilem melalui perhitungan Candra Pramana.
Dan kini disebutkan dalam Fb, Bali Sebagai Pusat Pemurnian Planet Bumi;
“Arteri Ley feminin dan maskulin dari Great Dragon berpotongan di dua titik di Bumi, yaitu di Danau Titicaca (pegunungan Andes,Perbatasan Peru dan Bolivia), dan di Pulau Bali.
Dimana situs suci Bali bertindak untuk memurnikan energi sistem planet Bumi.

Kami datang dari energi Planet Sacrum: 
Emosi, dualitas, energi kreatif /destruktif dari dunia kita, dan Bali disebutkan merupakan titik balik dimana semua energi dari Chakra Dasar dan Sakrum mulai dimurnikan, dengan niat memberikan pembersihan utama.
Ada enam wilayah di Bali yang didedikasikan untuk memurnikan Bumi. Empat dari situs ini bertindak sebagai pivot untuk mengubah persimpangan dua naga dalam pola swastika.
Pusat kelima berkembang dari area tengah swastika dari sumber paling suci di Bali.
Pusat planet keenam berada di bagian barat Bali yang beroperasi dari bidang yang bahkan lebih tidak terlihat.
Swastika adalah simbol aliran energi setua umat manusia itu sendiri, yang mewakili siklus dan transmutasi energi, membersihkan 4 elemen dan berfungsi sebagai poros untuk regenerasi semua pengotor planet.
***