Maharsi Walmiki

Kata “Walmiki” sebenarnya berasal dari kata “Walmika” yang dalam bahasa sansekerta berarti rumah semut, ia diberi nama dwijati Walmiki karena dianggap terlahir dari rumah semut pada waktu ia menjalankan tapa brata.

Dalam Hindu Dharma,
Maharsi Walmiki terkenal sebagai penulis dan seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana yaitu sebagai penolong ketika Dewi Sita melahirkan anak kembar di tengah hutan.
Sebagai penulis kembali kisah Ramayana ini, Maharsi Walmiki disebutkan sebelumnya bernama Ratakara yang diceritakan awalnya merupakan seorang pencuri dan perampok.
Ayahnya bernama Sumali, Rakyat biasa (Sudra), bukan Ksatrya ataupun Brahmana.
Namun setelah tersadar, akhinya Sumali menjadi seorang Rsi yang bernama Rsi Pracethasa.
Setelah merampok Narada Muni, terjadi percakapan antara Walmiki dan Narada, Walmiki akhirnya sadar, dan mulai belajar Agama dan akhirnya menjadi Maharsi yang bijaksana. Seperti dikatakan oleh Max Muller, seorang peneliti usia Weda.

Diceritakan pada zaman Tretayuga
Tersebutlah seorang pemburu, penjahat ulung dan perampok yang sangat kejam bernama Ratnakara, walaupun sebenarnya ia adalah putra seorang Rsi yang bernama Rsi Pracethasa, lalu kenapa ia menjadi seorang perampok, bahkan tak segan-segan membunuh korbannya? 
Nampaknya faktor lingkungan pada waktu beliau masih kecil sangat mempengaruhinya, ia mempunyai pergaulan dan dibesarkan di lingkungan hitam yaitu pada keluarga pemburu binatang.
Singkat cerita, Setelah Rsi Narada menyadari akan kekeliruannya dan Ratnakara menyesali segala perbuatannya seperti merampok, membunuh yang pernah dilakukannya. 
Ia pun menjatuhkan dirinya ke kaki Rsi Narada sebagai ungkapan permintaan maaf yang tulus dari seorang murid (bhakta) kepada guru (acharya), ia lalu menyerahkan diri untuk menjadi muridnya, 
Sang Rsi Narada pun menerimanya dengan penuh cinta kasih, selanjutnya ia diberikan pelajaran yoga dan pemula hingga yang paling tinggi tingkatannya. 
Setelah yoganya mantap ia lalu melakukan tapa brata selama bertahun-tahun, saking tekunnya ia melakukan tapa, ia tidak bergeming sedikitpun ketika ribuan semut mengerumuni tubuhnya, bahkan sampai semut-semut itu membuat sarang, hingga menutupi sekujur tubuhnya sampai tidak kelihatan lagi badannya.

Melihat keteguhan Ratnakara itu, Rsi Narada sangat gembira. Setelah Ratnakara sudah dianggap sukses dan berhasil menguasai dirinya. Sarang semut itu lalu dibongkar oleh Rsi Narada, kemudian didapatilah Ratnakara masih tetap tenang dalam semadhinya, tubuhnya sedikitpun tidak terpengaruh oleh gigitan semut. Setelah ia sadar didatangi oleh Rsi Narada, lalu Ratnakara menghaturkan sembah sujud, memberi hormat sebagaimana ketentuan (sesana) seorang murid (bhakta) terhadap gurunya (acharya). 
Tak lama kemudian Ratnakara didiksa atau diwisuda (dwijati) dengan upacara sederhana sekali (nistaning nista) untuk menjadi seorang Rsi, oleh Rsi Narada kemudian Ratnakara diberi nama baru (gelar) Rsi Walmiki sebagai nama dwijati. 
Rsi Walmiki inilah oleh Dewa Brahma dianugrahi kekuatan spiritual yang hébat untuk dapat melihat dan mengetahui dengan jelas seluruh peristiwa dan kehidupan Sri Rama sebagai penjelmaan dari Dewa Wisnu, dan sejak Sri Rama lahir sebagai putra Prabu Dasaratha, Raja Ayodhya hingga kembali ke swarga loka sebagai Visnu.

Kemudian dengan kemampuan yang diberikan oleh Dewa Brahma ia kemudian menyusun syair yang berjumlah 24.000 sloka, syair-syair tersebut diajarkan kepada Kusa dan Lawa, yang memenangkan sayembara/lomba baca syair (utsawa dharrna gita), kisah perjalanan hidup Sang Rama itulah kemudian dikenal sebagai Itihasa Ramayana yang sangat terkenal dari zaman ke zaman hingga sekarang.

Dengan jalan Kidung suci - Rsi Narada dapat menyadarkan Ratnakara yang pada akhirnya menjadi seorang Maharsi Walmiki yang bijaksana.
 ***