Mabayuh Otonan

Mebayuh oton (otonan) adalah ritual pengruwatan yang dilaksanakan demi menyelamatkan manusia dari akibat keburukan hari lahir dan unsur karma phala yang buruk yang masih me­lekat pada diri manusia serta mengurangi pengaruh Sad Ripu yang dibawa sejak lahir.

Dan sesuai dengan namanya, pelaksanaan bebayuhan ini dilaksanakan pada saat upacara otonan sebagai peringatan kelahiran yang berdasarkan pawukon.

Tak hanya demi menghilangkan segala kesakitan dan kesialan. Umat Hindu meyakini karakter anak bisa dibawa sejak lahir.

Apabila anak memiliki utang atau kapiutangan saat ia lahir, maka akan ber­dampak pada karakternya kelak ketika ia sudah dewasa.

Dan untuk memusnahkan karakter buruk yang sudah dibawa dari lahir itu, masyarakat Bali melakukan upacara mabayuh oton.

Matubah; mabayuh otonan ini juga disebutkan memiliki makna untuk menyeimbangkan dualitas dari pengaruh-pengaruh hari kelahiran seorang anak, karena kita menyadari setiap kelahiran membawa dualitasnya masing-masing, 
untuk itulah setiap anak-anak yang telah tanggal gigi dibuatkan upacara yadnya mebayuh otonan, sesuai yang tersurat dalam lontar Dharma Kauripan dan Janma prawerti.
Pelaksanaan mebayuh otonan, dilaksanakan di Hyang Guru. Kalau otonan banten ayabannya boleh dikurang pakai ayaban tumpeng li atau ayaban tumpeng pitu, kalau belum tanggal gigi banten sambutannya dan banten janganannya harus tetep ada.

Dan sebagai tambahan :
Kadengan yang perlu diruwat (atau mebayuh) saat kajeng kliwon dengan mengunakam sarana seperti banten pebayuhan dengan penyamblehan siap selem (ayam hitam), banten pejati, pemegat dan sarana lainnya. Bisa di bayuh dari Gedong Suci".
***