Hyang Aji Pasupati adalah seorang maha suci yang dahulu menurunkan sapta dewata-dewati yang berkaitan dengan silsilah bhagawanta sebagai penuntun umat untuk dapat kembali meyakini dharma kebenaran atas agamanya.
Dahulu diceritakan dalam Purana Dewa Tattwa disebutkan bahwa, setelah Beliau melakukan yoga tepatnya di Gunung Semeru akhirnya beliau mengajak pula para putra darma 7 keti kembali ke Bali.
Diiringi suara genta serta doa puji-pujian, hujan kembang dari angkasa dan semua bergembira mengiringiNya.
Dimana dalam Babad Pasek disebutkan seperti halnya pasca jaman bahari nusa Bali, banyak hal-hal yang terjadi pada waktu itu sebagaimana diceritakan dalam pasraman Girinatha, ketika alam masih kosong mulai saat itulah awal mula NusaBali dapat kembali pada sebuah kebenaran.
Setelah terwujud kesemuanya itu, Hyang Pasupati di Gunung Semeru memanggil semua putra-putranya, setelah sama-sama berada di hadapan Hyang Pasupati, sabda Betara Kasuhun :
“ Wahai anakku bertiga, Agni Jaya, Putra Jaya dan Dewi Danuh, tidak lain anakku bertiga kusuruh pergi ke Bali, membangun kembali Nusa Bali”.
Betara Tiga menghaturkan sembah, serta haturnya :
“Paduka Betara, hamba ini masih kanak-kanak, tidak tahu jalan menuju Nusa Bali dan belum sanggup memelihara Nusa Bali”.
Sabda Hyang Pasupati:
“Anakku bertiga, jangan kamu bersusah hati aku akan memberi engkau bertiga wahyu, supaya kehendakmu semua tercapai, kamu bertiga adalah anakku tercinta, wajib nanti menjadi pujaan (atau penuntun) bagi orang-orang Bali, sampai akhir jaman”.
Hyang Pasupati beryoga, memberikan anugrah kepada anaknya bertiga, segera juga Betara bertiga menghaturkan sembah penghormatan kehadapan Hyang Pasupati.
Betapa ramainya suara genta pemberkatan dan suara genta penghormatan dari Betara bertiga (Hyang Agni Jaya, Hyang Putra Jaya dan Hyang Dewi Danuh) kehadapan Hyang Pasupati.
Setelah Betara bertiga diberkati, segera digaibkan ke dalam seludang kelapa gading, dikirim/berjalan melalui dasar laut dan bumi.
Demikian cepatnya, Betara bertiga telah sampai di Puncak Gunung Tohlangkir (Agung), pada hari Sukra (Jumat) Kliwon, wara Tolu, sasih Kelima, Penanggal ping 3, rah tenggek 13 (Bulan November) tahun Çaka 113 (191 M), Gunung Agung meletus kembali sangatlah hebatnya,Api menyembur keluar dari lubang kepundan Gunung Agung, gempa, kilat berkesinambungan tiada putus-putusnya. Ditambah pula dengan suara dentuman-dentuman letusan, hujan sangat lebatnya, lahar mengalir ke seluruh penjuru, kejadian ini berlangsung sampai dua bulan lamanya. Demikian suatu pertanda kehadiran Batara bertiga di Nusa Bali.
Tidak beselang lama, entah beberapa tahun kemudian, Betara Tiga sama-sama membagi tugas:
- Hyang Agni Jaya yang menjalankan tugas kependetaan, ngemban Betara Iswara di Pura Sad kahyangan Agung Lempuyang luhur,
- Hyang Putra Jaya, yang mengemban tugas Kepemerintahan, apryangan di Gunung Agung (Tohlangkir),
- Hyang Dewi Danuh yang mengemban tugas Kemakmuran apryangan di Ulundanu Batur.
Hyang Pasupati di Gunung Semeru, kembali mengutus 4 lagi Putra Putrinya datang ke Bali sebagai Sang Catur Purusa untuk memperkuat kedudukan Betara bertiga yaitu :
- Hyang Tugu ditugaskan apryangan di Gunung Andakasa.
- Hyang Manik Gayang ditugaskan apryangan di Pejeng.
- Hyang Manik Gumawang ditugaskan apryangan di Gunung Beratan.
- Hyang Tumuwuh ditugaskan apryangan di Gunung Watukaru.
Demikianlah taatnya Sapta Dewata-Dewati menjalankan swadharmanya masing-masing, mulailah tenang keadaan Nusa Bali, Sang Harimbawa tidak dapat lagi menggoyahkan NusaBali dan Seleparang.
Pada suatu hari yang sangat baik;
Ketujuh Putra-Putri Hyang Pasupati, sama berkumpul pada suatu tempat yang suci di kaki Gunung Agung, berbincang-bincang.
Adapun yang diperbincangkan tiada lain mengenai keadaan Nusa Bali, yang masih sunyi senyap.
Bertalian dengan hal-hal tersebut diatas, ketujuh Putra-Putri Hyang Pasupati mengambil suatu keputusan, untuk menghadap kehadapan Hyang Pasupati kembali ke Gunung Semeru.
Tiada diceritakan hal-hal yang terjadi dalam perjalanan, karena telah sama-sama berbadan suci, begitu pergi begitu pula sampai di tempat tujuan. Segera saja menghadap Hyang Pasupati, dengan tata cara kedewataan, Hyang Maha Suci.
Melihat Putra-Putrinya datang, memperkenankan mereka sama duduk lalu bersabda :
“Wahai Putra-Putriku tercinta, apa gerangan tujuan anakku menghadap ayahanda”.
Matur Betara-Betari semua, sambil mengucapkan mantra sucinya, sebagai dasar penghormatan kehadapan Hyang Pasupati :
“Betara, anaknda datang menghadap ini, perlu menyampaikan adanya Nusa Bali yang sangat kosong, tiada seorang manusiapun yang menyungsung anaknda. Kiranya patut, hanugrahilah anaknda manusia ke Bali, untuk turut mengemban Nusa Bali dan menyungsung anaknda di Bali”.
Sabda Hyang Pasupati yang disertai dengan mantra sucinya:
“Anakku semua, terimalah anugrahku, segala kehendak anaknda akan berhasil, tunggulah ayah di Nusa Bali”.
Betara Hyang Agni Jaya beserta adik-adiknya, menghormat menghaturkan puja kedamaian, bergema suara genta, bagaikan kumbang mengisap sari, lalu semuanya mohon diri pulang ke Bali.
Banyak hal-hal yang terjadi pada waktu itu, Sapta Dewata-Dewati, semua sudah sama berbadan suci, begitu pamitan begitu pula sampai di Bali, serta langsung menuju Parhyangan masing-masing.Tiada beselang lama, di Gunung Semeru, Hyang Pasupati/ Hyang Premesti Guru menyusul turun ke Bali, diiringi oleh Dewata-Dewati, Rsi Gana dan Dewata Nawa Sanga, semua pergi ke Bali.
Betara Parameswara mempergunakan Padma Manik Anglayang diapit payung dan umbul-umbul, bergema suaranya genta serta doa puji-pujian, hujan kembang dari angkasa.
Sedangkan Betara yang lain berbeda-beda kendaraannya, semua gembira mengiringi Hyang Pasupati.
Banyaklah hal-hal yang terjadi pada waktu itu. Sedemikian cepatnya rombongan telah sampai di Bali/Puncak Tohlangkir, segera disambut oleh Hyang Agni Jaya beserta adik-adiknya, dengan tata cara kependetaan, ramai suara genta penyambutan.
***