Manik Angkeran adalah putra dari Mpu Sidhimantra (Mpu Bekung) yang dahulu pernah disekolahkan di Bali dan belajar pada Sang Hyang Naga Basukih yang bertempat tinggal di Besakih demikian disebutkan dalam sumber kutipan memuja Tuhan di Pura Bangun Sakti (BaliTV).
Dalam Kisahnya diceritakan, ternyata Manik Angkeran bukanlah berkonsentrasi belajar dan berlatih kerohanian. Manik Angkeran malahan menyimpang dari tujuan ayahnya menyekolahkan di Bali dan Manik Angkeran kepincut pada judian.
Karena kehabisan uang dia tergoda melihat ujung ekor Naga Basukih menggunakan hiasan emas bertahta permata mulia yang mahal-mahal. Karena bingung kehabisan uang maka diam-diam ujung ekor Naga Basukih yang berhiaskan emas itu dipotongnya akan digunakan untuk berjudi. Karena kedurhakaannya itu Naga Basukih marah dan dari lidahnya mengeluarkan api.
Api yang memancar dari lidah Naga Basukih terus disemprotkan ke arah Manik Angkeran yang sudah telanjur memotong ujung ekor Naga Basukih. Manik Angkeran pun hangus terbakar menjadi abu. Kejadian ini diketahui oleh Mpu Sidhi Mantra di Jawa, terus beliau pun bergegas berangkat dari Jawa menuju Bali.
Sesampai di Bali, Mpu Sidhi Mantra memohon maaf sebesar-besarnya kepada Sang Hyang Naga Basukih. Naga Basukih pun bersedia memaafkan dan dipersilakan Mpu Sidhi Mantra menghidupkan kembali putranya.
Akhirnya, abu jenazah Manik Angkeran pun dihidupkan kembali di Pura Bangun Sakti. Manik Angkeran dinasihati oleh Mpu Sidhi Mantra agar menghentikan kebiasaannya berjudi itu. Karena sangat tegas dan jelas Veda Sruti Sabda Tuhan itu melarang umatnya berjudi.
Sejak itu Manik Angkeran sadar dan tidak lagi mengembangkan kebiasaannya berjudi. Manik Angkeran pun menjadi putra yang sangat baik seperti amat patuh pada gurunya dan ayahnya.
Apalagi dalam Manawa Dharmasastra II.233 menyatakan ia yang menjalankan tiga bhakti yaitu :
- Berbakti pada ibunya mendapat pahala berupa kebahagiaan di bumi,
- Berbhakti pada ayahnya mendapatkan pahala kebahagiaan di alam tengah, dengan
- Berbakti pada guru kerohaniannya akan mencapai Brahma Loka.
Selanjutnya Manik Angkeran karena keberhasilan beliau mengubah diri itu dipercaya menjaga dan merawat Pura Besakih oleh Sang Hyang Naga Basukih. Kewajiban itu dilaksanakan oleh Manik Angkeran dengan patuh sampai dengan keturunannya sampai sekarang.
Perubahan yang amat luar biasa itu terjadi di Pura Bangun Sakti berkat kesaktian Naga Basukih dan Mpu Sidhi Mantra. Hal itulah kemungkinannya pura ini disebut Pura Bangun Sakti di kawasan pura besakih yang dapat mengubah kehidupan Manik Angkeran menjadi seorang yang baik dan berbhakti.
Dalam Prasasti Manik Angkeran,
Besakih sebagaimana dijelaskan brahmana sapinda, pada saat beliau ada di Bali untuk mengemban Ida
Naga Basuki, dalam suatu perjalanan beliau bertemu dengan seorang tokoh
tua yang sedang duduk di kiskis (cangkul). Tokoh tua ini habis
mengerjakan ladangnya setelah beliau payah beliau duduk diatas kiskis
(cangkul).
Pada saat itu datanglah Ida Manik Angkeran, dan tokoh tua itu turun dari kiskisnya dan menanyakan siapa gerangan anak muda yang baru datang ini. Anak muda ini menyahut putra dari Mpu Bekung atau yang disebut Danghyang Sidhimantra.
Pada waktu itulah tokoh tua ini, kalau memang benar beliau mampu
membakar sampah ini hanya menggunakan air kencing maka beliau akan
menyerahkan semua sisya dan sanak keluarganya kepada tokoh muda ini. Dan
betul pada hari yang telah ditentukan, tokoh muda ini membakar semua
rumput itu dengan hanya mengencingi sampah/ rumput tersebut. Sehingga
sesuai dengan janji, maka tokoh tua yang tiada lain adalah Dukuh
Blatungan ini menyerahkan semua sisya, sanak saudara beserta putrinya
diserahkan kepada Manik Angkeran.
Selanjutnya, dalam babad arya pinatih diceritakan bahwa Sang Manik Angkeran memiliki tiga orang putra yaitu :
Namun dalam babad manik angkeran, sebelum beliau moksa disebutkan juga tinggallah para putranya bertiga, ditinggal oleh ayah serta bundanya. Pada saat itu, putera Ida Bang Manik Angkeran yang nomor empat bernama Sira Agra Manik dari Ni Luh Canting (putri dari Ki Dukuh Murthi) belum ada dan belum berdiam di Besakih.
Sebagaimana disebutkan pula dalam lontar pura botoh, diceritakan Dang Hyang Sidhimantra memiliki bayi laki laki yang diberi nama Ida Sang Hyang Bang Manik Angkeran.
Pada saat itu datanglah Ida Manik Angkeran, dan tokoh tua itu turun dari kiskisnya dan menanyakan siapa gerangan anak muda yang baru datang ini. Anak muda ini menyahut putra dari Mpu Bekung atau yang disebut Danghyang Sidhimantra.
Dalam pertemuan ini terjadi suatau perdebatan atau kalau boleh dikatakan suatu bentuk pengujian kemampuan, dimana pada saat itu dilihat tokoh tua ini tiada lain adalah Dukuh Blatungan sedang membakar sampah hasil rabasan di ladangnya dengan menggunakan api biasa, tetapi tokoh muda ini beliau mengatakan mampu membakar sampah ini hanya menggunakan air kencing.
Selanjutnya, dalam babad arya pinatih diceritakan bahwa Sang Manik Angkeran memiliki tiga orang putra yaitu :
- Sang Bang Banyak Wide | pernikahan Manik Angkeran dengan puteri Ki Dukuh Belatung dan Beliau akhirnya bersama Raden Wijaya berjuang untuk mendirikan Kerajaan Majapahit.
- Ida Tulus Dewa | pernikahan Manik Angkeran dengan putri dari Kendran
- Ida Bang Kaja Kawuh (Ida Bang Wayabya) | pernikahan Manik Angkeran dengan putri dari Pasek Wayabya
Namun dalam babad manik angkeran, sebelum beliau moksa disebutkan juga tinggallah para putranya bertiga, ditinggal oleh ayah serta bundanya. Pada saat itu, putera Ida Bang Manik Angkeran yang nomor empat bernama Sira Agra Manik dari Ni Luh Canting (putri dari Ki Dukuh Murthi) belum ada dan belum berdiam di Besakih.
Sebagaimana disebutkan pula dalam lontar pura botoh, diceritakan Dang Hyang Sidhimantra memiliki bayi laki laki yang diberi nama Ida Sang Hyang Bang Manik Angkeran.
***