Pengendalian Diri

Pengendalian Diri adalah self control untuk dapat mengendalikan indria agar beraktivitas dengan baik.
Terkadang indria yang masih diliputi oleh niat yang kotor dan bodoh dikatakan dapat menyebabkan manusia memiliki moral lebih rendah dari binatang sehingga disebutkan diperlukan melatih pengendalian diri,
Sehingga dalam Hindu Dharma dikatakan bahwa etika dan peningkatan moralitas sebagai dasar pengendalian diri agar manusia tidak dikuasi oleh kecendrungan-kecendrungan yang rendah karena ia harus dapat mengendalikan diri dari guncangan-guncangan hati yang tidak baik.
Dan seseorang yang dapat mengendalikan dirinya secara sempurna akan mendapatkan pahala yang besar atau kebahagiaan lahir batin seperti yang disebutkan dalam pengendalian diri dan etika dimana manusia disarankan harus dapat mengadakan hubungan yang harmonis dengan orang lain. Karena ia itu adalah makhluk berteman.
Artinya manusia tidak akan dapat hidup dengan sempurna tanpa manusia lainnya di dalam masyarakat. 
Hal itu karena ternyata sejak kecil sampai meninggal manusia memerlukan bantuan orang lain untuk kesempurnaan hidupnya. 
Oleh karena itu dia harus mengatur dirinya dalam bertingkah laku, yang tentu harus bertingkah laku yang baik yang disebut tata susila. 
Tingkah laku itu dapat dinilai dalam tiga tingkatan yaitu dari tingkat semasih dalam bentuk angan, sesudah berbentuk pekerti dan akibat yang dapat ditimbulkan oleh pekerti tersebut.
Dan sebagai bahan renungan,
Diceritakan karena tidak dapat mengendalikan diri dan menghargai perkataan seorang sahabat;
Apa yang dikerjakan berhari-hari, akhirnya menjadi lenyap dalam seketika.
Tersebutlah pada suatu hari si burung manyar membuat sarang.
Datanglah seekor kera ikut berteduh di salah satu sarang.
Sambil berkata, “Wahai sahabatku kamu rajin benar, membuat sarang lain diantara burung yang lainnya, kamulah yang paling pintar.
Sarangmu bagus sekali, berisi kantong yang indah. Pastinya nyenyak tidurmu ya?” tanya si kera. 
Mendengar kata-kata begitu, si burung manyar tersanjung hatinya sambil berkata,
”Betul seperti katamu, walaupun saya burung kecil, dan suara saya tidak seindah burung lainnya, tapi saya mempunyai keahlian tiada tandingnya” kata si burung manyar. 
Tidak seperti kamu, lihatlah dirimu! Coba berkaca, tubuhmu besar, tapi kamu tidak berakal, membuat sarang saja tidak dapat.
Mendengar ucapan si burung manyar, muka si kera memerah marah. Si kera berusaha membela diri sambil berkata :
“Hei..! burung manyar rupanya kamu tidak tahu. Leluhurku seekor kera yang sakti, yang menolong Rama, saat istrinya dilarikan oleh Raja Rahwana, kata si kera sambil mengangkat kepalanya. 
Belum tegak kepala si kera, dengan cepat si burung manyar berkata, 
“Kera kamu memang bodoh, itu kan cerita nenek moyangmu dulu, tapi sekarang mana kepintaranmu tolong tunjukan saya! 
Si kera marah, sarang si burung manyar dibuang oleh kera dari atas pohon dan jatuh ke tanah. 
Melihat kejadian itu, si burung manyar bengong. 
Demikianlah sarang yang dibangun berhari-hari. Dengan tetesan keringat, hancur dalam sekejap. Gara-gara tidak mampu mengendalikan kata-kata yaitu dengan bicara kasar yang dapat menyinggung perasaan mahluk lain.
***
Dengan menyimak cerita tersebut mengingatkan bahwa pentingnya pengendalian diri itu sebagai salah satu pengamalan dari dasa yama bratha agar mendapatkan ketenangan, kesucian dan tiada noda.
Dan dengan jalan mulat sarira yaitu instropeksi diri disebutkan agar kita dapat menilai kembali perbuatan atau keberhasilan dan kegagalan kita pada masa lalu, dan sangatlah penting artinya untuk keseimbangan dan keselaranan kedamaian hidup kita kelak.

Dan ketika etika sebagai pengendalian diri dikatakan bahwa :
Seseorang yang ingin mengendalikan pikirannya dan beretika namun tetap mengabaikan aspek-aspek kemanusiaan lainnya, maka ia tidak akan mendapatkan hasil yang diharapkan.
Namun Ia harus tetap berjuang terhadap lingkunagannya sendiri dan dengan dirinya sendiri. 
Karena hidup ini adalah suatu persoalan yang harus selalu dihadapi dan diselesaikan setiap hari. 
Sebagai renungan :
Sifat keras kepala (bengkung) yang tidak mau mengalah disebutkan merupakan penyebab awal dari ketidaknyamanan dalam kehidupan ini.
Dan manusia disebutkan hendaknya dapat menasehati dirinya sendiri (mituturin awak) untuk dapat mengurangi rasa menyesal dengan keadaan yang diterima selama menjalani kehidupan ini.
 ***