Rarapan

Rarapan adalah banten dilengkapi dengan oleh-oleh yang dipersembahkan sebagai ungkapan rasa syukur, karena Beliau telah memberikan keselamatan dan ketenangan bagi umatnya yang berada ditempat itu.

Adapun pelaksanaannya disebutkan seperti misalnya :
  • Dipersembahkan di penunggun karang rumah agar tetap dijaga dan diberikan keselamatan.
  • Dipersembahkan oleh para pedagang di pasar pada pura melanting yang ada disana.
  • Dihaturkan kepada Sanghyang Kumara di pelangkiran ketika bayi sering menangis atau ngeling pada malam hari.
  • Ataupun pada tempat-tempat tertentu sehingga penghuni gaib yang ada disana tidak mengganggu dan sebaliknya dapat menjaga keberadaan kita selama disana.
  • Dan lain-lain.
Terlihat dalam salah satu keterangan photo dalam seputar info Bali di Fb,
Rarapan yang dihaturkan biasanya berupa rokok kretek, ketela rebus, ubi, jagung laklak tape, jaja injin dan sebagainya. 
Dan karena perkembangan saat ini, rarapan yang dihaturkan tersebut bisa bermacam-macam seperti manisan (permen), snack-snack dan sebagainya.
Pokoknya apa saja yang bisa dikonsumsi oleh manusia, itulah yang dijadikan rarapan.
Rarapan ini dihaturkan di tempat-tempat yang diyakini atau dirasakan tenget atau angker dimana dirasakan ada penunggu gaibnya.
Bisa di perempatan, di pinggir jalan, di jaba pura, di areal bekerja, di pohon-pohon besar yang ada penunggunya, di jembatan yang sering dilalui. 
Rarapan ini bisa dihaturkan setiap hari, atau ketika seseorang berkunjung atau kebetulan lewat di tempat yang diyakini ada penunggunya. Termasuk juga di rumah, kita bisa menghaturkannya di pelinggih penunggun karang.

Jadi dengan demikian rarapan tersebut berupa makanan, minuman atau segala yang dikonsumsi manusia. Rarapan diibaratkan sebagai gagapan (oleh-oleh) untuk mereka-mereka mahluk gaib yang menunggu kawasan atau suatu tempat, dengan harapan si penunggu gaib tersebut menjadi senang, somia (tenang) dan kiranya dapat membantu aktifitas manusia dari alam niskala.
Artinya kita telah melakukan komunikasi, telah melakukan kerjasama, telah menjalin keharmonisan dalam menjaga alam, dalam menjalankan kehidupan di dunia ini, walaupun satu sama lain tak saling melihat atau tak bisa melakukan kontak langsung.
Paling tidak keyakinan dan hati nurani kita telah menghubungkannya dengan mahluk alam niskala.
Dengan rarapan ini kita telah memelihara keharmonisan alam sekala dan niskala yang dibatasi oleh ruang dan waktu.
Seperti para pedagang sebelum memulai usahanya, selalu menghaturkan rarapan apakah di sekitar dagangan bekerja atau di pura melanting
Bahkan ada yang menyajikan aturan rarapan tersaji dengan haturan untuk betara, sehingga bentuknya seperti gebogan. Itu dihaturkan setiap hari. Hal semacam ini banyak kita lihat di pasar-pasar di Bali.
Tujuannya adalah permohonan kehadapan Ida Betari Melanting agar usaha dagangannya menguntungkan, sekaligus agar para ancangan beliau dapat membantu dalam berusaha, atau paling tidak ancangan beliau tak mengganggu, namun membantu.
Jangankan para pedagang di pasar yang sudah disediakan pura Melanting, pedagang sepeda motor yang mangkal di pinggir jalan setiap hari juga menyediakan sebuah pelangkiran di tempatnya mangkal sebagai tempat menghaturkan canang untuk penghayatan kehadapan Dewa-Dewi memohon keselamatan, dan menghaturkan rarapan sebagai tanda komunikasi dan hubungan harmonis dengan mahluk gaib yang ada di sekitarnya, dengan harapan mereka akan dapat bekerja dengan nyaman, aman, lancar, dan menguntungkan.

Perhatikan pula banyak orang yang datang dari pasar atau sehabis berjualan di pasar selalu menghaturkan rarapan di tempat tertentu.
Hal ini dilakukan karena mengetahui tempat tersebut angker, atau karena yang bersangkutan pernah mengalami suatu hal yang bersifat gaib di sana, atau orang tersebut mesesangi di tempat itu, atau hanya sekedar oleh-oleh sebagai ungkapan rasa syukur, sebagai ungkapan bagi-bagi rejeki dengan mahluk lain, dengan harapan selalu diberikan ketenangan dalam berusaha bahkan agar dibantu.
Artinya semua manusia Bali Hindu dalam kesehariannya, dalam bekerja dan dalam menjalankan kehidupan ini senantiasa untuk berdoa memohon kehadapan Ida Sanghyang Widhi, kehadapan Dewa-Dewi dan Betara Betara, kepada leluhur agar diberikan kekuatan dan kesejahteraan. 
Demikian juga selalu menjalin hubungan yang harmonis dengan para penguasa dan penghuni alam gaib sebagai upaya untuk menyelaraskan di dunia, dengan harapan aktifitas yang dilakukan manusia tak menganggu mereka, demikian juga mereka tak menggangu aktifitas manusia. Bahkan manusia berharap saling menguntungkan, saling membantu, saling memberi untuk mencapai kedamaian.

Mahluk alam gaib yang berada di suatu tempat yang diberi rarapan bisa berupa wong samar, tonye, banaspati, ancangan betara, dan lain sebagainya.
Termasuk juga atma kesasar yang gentayangan. Dengan rarapan tersebut, manusia berharap semuanya menjadi tenang dan menemukan kedamaian.
***