Tenget

Istilah Tenget yang dalam Bahasa Balinya identik dengan kata "Keramat/sakral", seperti halnya terdapat tempat-tempat angker yang dihuni oleh mahluk-mahluk halus.

Seperti halnya di Bali disebutkan tempat-tempat tenget memiliki ciri-ciri;

  • Adanya pohon - pohon rebutkala yang diyakini masyarakat angker lantaran sering terjadinya kejadian-kejadian gaib seperti pemalinan di sekitar pohon tersebut. 
  • Adanya karang panes diganggu mahluk halus.
  • Pura yang paling tenget di Bali namanya Pura Dalem dll.
Dan agar mendapatkan keselamatan, bagi masyarakat Bali biasanya disebutkan :
  • Rarapan dihaturkan di tempat-tempat yang diyakini atau dirasakan tenget atau angker dimana dirasakan ada penunggu gaibnya.
Bisa di perempatan (catus pata), di pinggir jalan, di jaba pura, di areal bekerja, di pohon-pohon besar yang ada penunggunya, di jembatan yang sering dilalui.
  • Ketika melintasi jalan yang ada pohon besar apalagi yang dihiasi dengan kain poleng, maka orang akan membunyikan klakson dan mengucapkan dalam hati "Om Swastyastu" sebagai tanda salam persahabatan.
Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini konsep tenget sudah mulai memudar.
Dulunya dianggap tenget kini sudah samar akibat berbagai kepentingan yang masuk di dalamnya.
Konsep tenget kini sudah mulai memudar dengan berbagai kepentingan yang memudarkannya. Seperti contohnya yang dapat kita amati di sebuah temapat di pinggiran sungai dan setra mati (kuburan yang tidak berfungsi lagi). 

Dulunya menurut cerita orang tua di sekitarnya tempat tersebut dibilang tenget. Selain memang tempatnya agak jauh dari keramaian. Pohon beringin besar tumbuh kokoh diselimuti oleh semak-semak menambah suasana angker di tempat tersebut.

Kini cerita sudah lain, beringin besar, rimbunnya semak-semak serta berbagai cerita mistik tempat itu tak mampu lagi membendung kerakusan manusia. 
Sekarang hanya tinggal kenangan, karena kini tempat tersebut sudah seperti lapangan, “Disini akan dibangun Perumahan…” demikian bunyi tulisan yang terpancang pada papan promosi. 
Dengan kokohnya papan yang terpancang seakan telah mengalahkan konsep tenget pada tempat itu. Mungkin contoh ini merupakan salah satu contoh cerita yang sama atau sejenisnya yang terjadi di tempat lain.

Keyakinan akan adanya daya spiritual tertentu yang mendiami pohon-pohon atau benda-benda tertentu merupakan suatu kelaziman. Fenomena ini termasuk sugesti spiritual, yaitu suatu keyakinan yang kuat yang mempengaruhi psikologis seseorang terhadap suatu tempat, benda, ajaran, perasaan atau pertanda lain, kerena keyakinan tentang aspek kedewataan. 

Umumnya sugesti spiritual ini terjadi sebagai akibat pengalaman seseorang yang mengalami suatu kejadian aneh. Atau mungkin juga mendengarkan cerita-cerita serta pembeberan bukti-bukti dari orang-orang yang layak dipercaya, sehingga informasi yang diterima menjadikannya yakin sepenuhnya. Pohon-pohon yang memang doyan ditempati oleh mahluk-mahluk halus misalnya pohon beringin, pule, kepuh, ancak dan sebagainya.

Keangkeran suatu pohon tidak lepas dari tempat di mana pohon itu berada. Termasuk bagaimana masyarakat pendukung dari tempat itu memperlakukannya. Pohon-pohon yang besar yang hidup di suatu tempat, dimanapun itu apabila diperlakukan secara sacral, seperti dipersembahkan sesaji, dijaga kesuciannya, dibuatkan tempat pemujaan, dihias dengan kain, seperti misalnya kain polenglambat laun aka nada roh yang mendiami tempat tersebut. 
Karena sesungguhnya secara niskala banyak sekali roh-roh yang berkeliaran yang belum mendapatkan tempat. 
Roh yang mendiami antara pohon yang satu dengan pohon di tempat yang lain tidaklah sama. Ini tergantung di mana pohon tersebut berada. 
Seperti pengalaman yang pernah dialami oleh Jero mangku, ia pernah melihat sosok wanita tinggi besar dengan pakaian putih-putih yang menghuni sebuah pohon pule yang tempatnya di setra (kuburan).
Dari cerita tersebut percaya tidak percaya hal itu pernah dialami.
Pohon atau tempat akan tetap menjadi tenget sepanjang masyarakat sekitarnya atau pendukung dari tempat itu menjaga ke-tenget-an. 
Artinya masyarakat masih tetap menjaga kesucian tempat itu, masih mempersembahkan sesaji
Memang konsep tenget menampakkan wajah yang meyeramkan bagi pemahaman masyarakat. Namun ada segi positif secara nyata yang bisa kita amati terhadap hal itu. Seperti misalnya adanya perilaku masyarakat yang tidak berani berbuat sesuatu yang kurang baik di sekitar tempat tersebut. Serta masyarakat cenderung beretika, seperti misalnya :
Ketika melintasi jalan yang ada pohon besar apalagi yang dihiasi dengan kain poleng, maka orang akan membunyikan klaksonnya serta akan cenderung berhati-hati.masyarakat tidak akan merusak lingkungan di sekitar tempat tersebut karena masyarakat takut akan hukuman secara niskala. 
Hal ini akan memberikan pendidikan kepada umat, untuk selalu menjaga alam, dan melestarikan alam, lebih pohon-pohon besar yang sudah langka dan selalu dibutuhkan oleh umat Hindu dalam melaksanakan kegiatan upacara keagamaan. 
Dengan demikian, orang yang meyakini hal tersebut tidak akan menebang pohon sembarangan dan tetap menjaga kesucian alam demi keajegan dan kerahayuan jagat.
Demikian dikutip dari salah satu postingan (Ref) Hindu yang terkait dengan kayu tenget ~ keramat yang dapat menyebabkan sakit pemalinan dan kemalangan.
***