Mengingatkan pada sebuah cerita kuno,
Dimana pada zaman dahulu dikisahkan gara-gara kerajaan kemasukan ular, Anak Agung seda dan akhirnya I Bintang Lara menjadi Raja dan menikahi seorang bidadari yang bernama Ni Supraba.Sebagai mahluk mitos dalam peradaban kuno sebagaimana disebutkan istilah naga merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta atau India kuno yang bermakna “ular”.
Dimana dalam mitologinya disebutkan seperti halnya dalam Adiparwa :
- Ketika Sang Garuda berusaha menyelamatkan ibunya, ambengan dengan daunnya yang tajam sehingga menyebabkan lidah para naga itu terbelah.
- Ular memiliki umur panjang dan tidak akan binasa karena usia, oleh sebab konon barang siapa yang dapat minum Tirtha Amerta itu akan bisa bebas dari kematian.
Pekarangan yang dimasuki ular dapat dikatakan karang panes. untuk menanggulangi efek negatifnya, dibuatkalah palinggih Indra Blaka di luar rumah.Menyimak dari kejadian itu hendaknya tidak memakai logika lagi, sudah waktunya memakai srada kembali kepada kekuatan alam dengan cara mempercayai dan meyakinkan dengan petunjuk sastra Agama Hindu Bali, yakni Lontar Tutur Sang Hyang Eka Bhuana,
Bahwa alam memberikan isyarat kepada manusia, karena pekarangan yang demikian adalah termasuk pekarangan angker, sehingga auranya dapat mempengaruhi jiwa orang yang menempati pekarangan tersebut,
dapat mengakibatkan selalu munculnya perselisihan antar anggota keluarga sehingga sering muncul keributan, sering menyebabkan keadaan boros atau menemukan marabahaya.
Oleh karena itu disebukan pekarangan yang demikian perlu dibuatkan suatu upacara untuk menetralisir keangkerannya yang disebut dengan Upakara Pemarisudha Prawesa Ular diantara tri mandala halaman rumah;
- Konon, setelah kalahnya melawan garuda pada saat perebutan tirta amerta, Sang Kaliya yang berwujud ular diceritakan mengembara ke sungai Yamuna.
- Di Tenganan ada ular keramat yang dikenal dengan nama I Lelipi Selahan Bukit (artinya ular di sela bukit), seperti ular piton, sisiknya gagah, warnanya kontras. Jika kena sinar matahari dahinya bercahaya, jalannya agak tegak seperti ular kobra. Seperti diceritakan I Tundung dalam arsip sarad Bali.
- Ular yang melingkar di leher Dewa Siwa melambangkan masa lalu, sekarang dan masa depan - waktu dalam siklus.
***